Sabtu 23 Jan 2021 07:03 WIB

Warga Uighur di Turki Khawatir dan Rindukan Kerabat di China

Warga Uighur di Turki khawatir, rindukan kerabat di China

Amine Vahit, yang ikut hadir dalam demonstrasi di depan Konsulat China, berbicara di Istanbul, Turki, pada 20 Januari 2021.
Foto:

China telah banyak dituduh memasukkan orang Uighur ke kamp-kamp, dan ada laporan tentang sterilisasi paksa terhadap wanita Uighur.

Kebijakan Beijing di Xinjiang telah menuai kecaman luas dari kelompok-kelompok hak asasi termasuk Amnesty International dan Human Rights Watch, yang menuduhnya mengucilkan 12 juta orang Uighur di China, yang sebagian besar adalah Muslim.

Laporan Human Rights Watch 2018 merinci kampanye pemerintah China, yakni penahanan sewenang-wenang massal, penyiksaan, indoktrinasi politik paksa dan pengawasan massal terhadap Muslim Xinjiang.

China telah berulang kali membantah tuduhan bahwa mereka mengoperasikan kamp penahanan di wilayah otonom barat lautnya, sebaliknya mengklaim bahwa mereka mendidik ulang warga Uighur.

 

 

 

 

Mirzahmet Ilyasoglu, 39, tinggal di Turki sejak 2007 dan kemudian menjadi warga negara Turki. Berharap dapat memenuhi aspirasi almarhum ayahnya, Ilyasoglu menerima gelar sarjana di China dan mendapatkan gelar pascasarjana di Turki.

Ilyasoglu mengundang saudara laki-laki dan ibunya untuk mengunjungi Turki pada 2014, di mana mereka mengunjungi tempat wisata di Istanbul dan melihat kehidupan di balik tembok tak terlihat di sekitar Xinjiang.

Namun perjalanan itu ternyata menjadi mimpi buruk bagi keluarga Ilyasoglu karena saudaranya Helememet Ilyas dibawa pergi oleh otoritas China pada 2017 karena perjalanannya ke Turki.

“Kami diberitahu bahwa kamp adalah sekolah jadi saya diam selama tiga tahun. Tapi ketika kami tidak mendengar kabar dari keluarga kami selama tiga tahun, apakah mereka hidup atau mati, maka kami menyadari ini bukan sekolah,” kata Ilyasoglu sambil menangis.

'Diam melawan penindasan adalah cara untuk menyetujuinya'

Ilyasoglu kemudian mengetahui bahwa saudara iparnya Abdurrehman Kuerwanjiangin juga dibawa ke kamp bersama dengan empat teman lainnya.

“Saya tidak dipenjara tetapi saya merasa seperti yang mereka rasakan. Melalui kamp-kamp ini, China melakukan kejahatan. Tidak ada definisi lain dari ini,” kata dia sambal menangis.

"Meskipun pemerintah China selalu mengklaim bahwa wilayah Xinjiang adalah bagian dari China, mereka tidak pernah memandang orang-orang yang berada di sana sebagai warga negaranya sendiri," keluh Ilyasoglu.

Di antara mereka yang dibawa ke kamp kontroversial China, kata dia, mereka mengenal kerabat dari teman-teman mereka, seperti pria tua berusia 90 tahun ke atas dan anak-anak berusia dua tahun.

Anak-anak dipisahkan secara paksa, kata Ilyasoglu, mengutip informasi yang dia terima dari daerah tersebut.

Sementara itu, menurut Turdiniyaz, hampir 8 juta orang dari populasi Muslim di Xinjiang telah ditahan di kamp-kamp "pendidikan ulang politik" yang meluas.

“Seorang teman saya yang telah lulus dari sebuah universitas di Turki meninggal di kamp itu,” kata Ilyasoglu sambil gemetar dalam kesedihan. Dia menambahkan bahwa dia mengkhawatirkan nyawa anggota keluarga dan teman-temannya.

Turdiniyaz, Vahit dan Ilyasoglu secara terpisah mendesak komunitas internasional, negara-negara dunia dan organisasi kemanusiaan untuk berbicara atas ketidakadilan dan perlakuan tidak manusiawi oleh pemerintah China terhadap kelompok Muslim Turki.

“Diam terhadap penindasan hanyalah cara untuk menyetujuinya,” kata Ilyasoglu.

Meskipun Ilyasoglu menyambut baik laporan tahunan Komisi Eksekutif Kongres AS untuk China (CECC) tahun 2020, dia mengatakan itu adalah pernyataan yang terlambat.

Menurut laporan CECC, China telah melakukan "kejahatan terhadap kemanusiaan dan kemungkinan genosida" terhadap Uighur dan komunitas minoritas Muslim lainnya di Provinsi Xinjiang.

Dia menambahkan bahwa pemerintah China dengan sengaja berupaya untuk menghancurkan Uighur dan keluarga minoritas lainnya, budaya dan kepatuhan agama.

Selain bukti baru dari kebijakan sistematis dan meluas dari sterilisasi paksa dan penindasan kelahiran terhadap Uighur dan populasi minoritas lainnya, ada setengah juta anak usia sekolah menengah dan dasar, dengan banyak di antaranya secara tidak sengaja dipisahkan dari keluarga mereka, menurut CECC.

“Semua tren ini harus dipertimbangkan ketika menentukan apakah pemerintah China bertanggung jawab atas kejahatan kekejaman - termasuk genosida - terhadap Uighur, Kazakh, dan etnis minoritas Turki dan mayoritas Muslim lainnya di China," tulis laporan itu.

Tinggal di Turki sejak 2009, Medine Nazimi, 37, juga merasa hancur, khawatir dan takut akan adik perempuannya yang berusia 34 tahun, Mevlude Hilal.

Nazimi, yang juga memperoleh kewarganegaraan Turki, mengatakan dia tidak tahu tentang kondisi saudara perempuannya selama lebih dari dua tahun.

Hilal, yang tinggal dan belajar di Turki dan memiliki kewarganegaraan Turki, awalnya dibawa pergi oleh pihak berwenang China pada 2017 tetapi dibebaskan pada 2019. Tak lama setelah dibebaskan, dia terpaksa meninggalkan putrinya yang saat itu berusia hampir dua tahun dan dibawa ke kamp pada 2019.

Nazimi mengatakan mereka tidak tahu sejak saat itu apa yang terjadi padanya. Putri Hilal sekarang berusia empat tahun dan tidak mengenal ibunya, juga tidak ingat baunya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement