IHRAM.CO.ID, Dikenal sebagai salah satu kopi paling nikmat di dunia, kopi luwak menjadi salah satu primadona dalam berbagai jenis sajian kopi. Kopi luwak berasal dari biji kopi yang sebelumnya dimakan oleh binatang Luwak, sejenis Musang. Kemudian, biji kopi tersebut dikeluarkan kembali oleh Luwak melalui kotoran. Biji kopi itulah yang akhirnya diolah kembali untuk menjadi serbuk kopi dan akhirnya dihidangkan sebagai minuman kopi.
Jika menilik dari fenomena tersebut, tidak tertutup kemungkinan biji kopi tersebut telah mengandung najis karena telah bercampur dengan kotoran Luwak. Sehingga, muncul keraguan di kalangan umat Islam terkait kehalalan kopi luwak tersebut. Inilah yang membuat Majelis Ulama Indonesia (MUI) sempat mengeluarkan fatwa terkait Kopi Luwak tersebut, tepatnya melalui Fatwa MUI Nomor 07 Tahun 2010 tentang Kopi Luwak.
Dalam putusan fatwa tersebut, MUI mencantumkan sejumlah ayat suci Al Quran sebagai bahan pertimbangan. Ayat-ayat Alquran tersebut antara lain dari surah al-Maidah; 88, surah al-Baqarah;172, 168, 29, surat al-An'am; 145, dan surat al-A'raf; 157. Ayat-ayat tersebut berisi perintah mengonsumsi makanan yang halal, tidak melampaui batas, dan menghalalkan segala yang baik.
Selain itu, MUI menyertakan Hadis Rasulullah SAW yang berbunyi, ''Yang halal ada sesuatu yang dihalalkan oleh Allah dalam Kitab-Nya, dan yang haram adalah apa yang diharamkan oleh Allah dalam Kitab-Nya; sedang yang tidak dijelaskan-Nya adalah yang dimaafkan,'' (HR at-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Salman al Farisi).
Demikian dengan hadis Rasulullah SAW yang berbunyi, ''Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban; jangan kamu abaikan, telah menetapkan beberapa batasan, janganlah kamu langgar, telah mengharamkan beberapa hal, janganlah kamu rusak, dan tidak menjelaskan beberapa hal sebagai kasih sayang kepadamu, bukan karena lupa, janganlah kamu tanya-tanya hukumnya.'' (HR Ad-Daraquthni dan dinilai hasan oleh Imam Nawawi).
Sebagai bahan pertimbangan, Komisi Fatwa MUI juga menggunakan kaidah-kaidah fikih, salah satunya adalah kaidah 'Hukum asal segala sesuatu yang bermanfaat adalah boleh dan hukum asal sesuatu yang berbahaya adalah haram'. Dalam mengeluarkan fatwa soal Kopi Luwak ini, Komisi Fatwa MUI juga memperhatikan sejumlah pendapat ahli-ahli fiqih dari berbagai kitab.
Salah satunya dalam Kitab al-Majmu' juz 5 halaman 573, yang menerangkan, jika ada hewan memakan biji tumbuhan, kemudian dapat dikeluarkan dari perut, jika tetap dalam kondisinya dengan sekira jika ditanam dapat tumbuh, tetap suci. Selain itu, ada pula pendapat dalam Kitab Nihayatul Muhtaj juz II halaman 284.
Pendapat tersebut berbunyi, 'jika biji tersebut kembali dalam kondisi semula sekira ditanam dapat tumbuh kembali, statusnya adalah Mutanajjis bukan najis. Bisa dipahami, pendapat yang menegaskan kenajisannya kemungkinan jika tidak dalam kondisi kuat. Sementara, pendapat yang menegaskan sebagai Mutanajjis kemungkinan karena dalam kondisi tetap, sebagaimana barang yang terkena kotoran lain. Komisi Fatwa MUI juga menggunakan pendapat dari Kitab Hasyiyah I'anatu al Thalibin Syarh Fath al Mu'in juz I halaman 82.
Atas berbagai pertimbangan ini, Komisi Fatwa MUI pun memutuskan fatwa terkait kehalalan Kopi Luwak. Syarat dari biji kopi yang dijadikan kopi luwak yang dikonsumsi adalah biji kopi tersebut masih utuh terbungkus kulit tanduk dan dapat tumbuh jika ditanam kembali. Ketentuan hukum atas kopi luwak tersebut adalah kopi luwak termasuk dalam barang yang terkena najis (mutanajjis). Kopi luwak tersebut halal sejauh telah disucikan terlebih dahulu. Selain itu, mengonsumsi kopi luwak dengan memenuhi syarat-syarat yang ada maka hukumnya boleh. Tidak hanya itu, berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, hukum memproduksi dan memperjualbelikan kopi luwak adalah boleh.