IHRAM.CO.ID, BAGDAD -- Irak memiliki 33 juta lebih pohon kurma pada 1950-an. Saat ini hanya sembilan juta pohon kurma yang tersisa. Masyarakat Irak yang dahulu menggantungkan mata pencaharian dari kurma, kini mulai beralih menjadi petani sayur-mayur.
Abdullah Abdul Jabbar (62) adalah salah satu petani sayuran, setelah banyak kehilangan pohon kurma. Ia telah menghabiskan empat dekade menanam kurma dan tanaman lain di sebidang tanah yang ditambahkan ke rumahnya di distrik Abu al-Khaseeb di Basra.
Ia diajarkan cara bercocok tanam oleh ayahnya, Jabbar. Ia oleh penduduk setempat dikenal sebagai Abu Ghassan. Ia terus merawat ladangnya meski hanya dengan satu tangannya, karena satu tangannya lagi telah cacat.
“Selama saya memiliki keinginan untuk bekerja, saya akan melakukannya. Tidak ada yang bertentangan dengan keinginan saya,” katanya dilansir dari Middle East Eye, Rabu (27/1).
Sayangnya, tekadnya untuk menanam kurma terbentur oleh kenyataan bahwa industri tersebut hanyalah bayang-bayang. Industri tersebut kini telah melemah disebabkan oleh perang selama beberapa dekade di Irak selatan.
Bagi orang Irak, kota di selatan dikenal sebagai "tanah hitam" karena kepadatan pohon kurma, dan banyak penduduk kota, yang dikenal sebagai "Basrawis", bergantung pada industri kurma untuk mata pencaharian mereka.
Basra adalah kota terbesar kedua di Irak. Basra pernah dikenal luas karena kualitas kurmanya seperti varietas Hillawi, Khadrawi, Sayer, Maktoom, Derrie, Ashrasi dan Barhee.
Irak dulu menghasilkan tiga perempat kurma di dunia, tetapi sekarang hanya mencapai lima persen. Menurut ahli lingkungan, dari 33 juta pohon kurma pada 1950-an, hanya sembilan juta yang tersisa. Begitu juga dengan jumlah pabrik pengolahan kurma yang mengalami penurunan drastis sejak invasi Irak pada 2003, turun menjadi enam pabrik dibandingkan sebelum perang memiliki 150 pabrik.
Ini adalah angka-angka yang dapat dibuktikan oleh Abu Ghassan secara pribadi, setelah melihat jumlah pohon kurma yang dimilikinya jatuh dari 5.000 pada 1980-an menjadi hanya 17 pohon kurma hari ini. Sebuah fakta yang dia gambarkan sebagai menyakitkan dan mengejutkan.
"Saat ini saya lebih fokus pada budidaya sayur daripada pohon kurma. Saya menanam berbagai jenis produk, seperti terong, ketimun, okra, tomat, dan sayuran berdaun," lanjut dia.
Menurut seorang akademisi Irak, Said Abdulridha al-Alwan ada banyak faktor yang berkontribusi terhadap penurunan industri kurma di Basra. Salah satunya di era Presiden Irak, Saddam Hussein dan Perang Iran-Irak pada 1980 dan 1988.
"Karena kedekatan kota dengan garis depan antara pasukan Irak dan Iran, banyak petani memutuskan mencabut pohon palem mereka dan membawanya ke daerah lain di Irak," kata Alwan, dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Lingkungan di Universitas Basra.
Selain itu kata Alwan, banyaknya pohon kurma di daerah Basra juga dihancurkan oleh pasukan Hussein karena dianggap penyebabkan masalah bagi logistik. Jutaan pohon kurma yang pernah memenuhi tepi sungai Shatt al-Arab, distrik Abu al-Khaseeb dan distrik al-Faw semuanya ditebang oleh rezim Saddam untuk membuat medan perang dan jalan untuk kendaraan militer.
Penyebab selanjutnya penurunan industri kurma di Basra kata Alwan adalah perilaku manusia, baik domestik maupun internasional, yang telah membuat lahan pertanian Basra kurang ramah untuk tanaman seperti pohon kurma.