IHRAM.CO.ID, JENEWA -- Badan pengungsi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), UNHCR, pada Senin (22/2) menyerukan upaya segera untuk mencari dan menyelamatkan sekelompok pengungsi Rohingya, yang telah terapung di Laut Andaman selama lebih dari sepekan.
Direktur Biro Regional UNHCR untuk Asia dan Pasifik yang berlokasi di Bangkok, Indrika Ratwatte, mengatakan jumlah pasti dan lokasi para pengungsi Rohingya itu tidak diketahui. Namun, ada laporan bahwa banyak dari mereka kemungkinan telah kehilangan nyawa. Informasi terakhir dari situasi berbahaya tersebut diterima pada Sabtu (20/2) malam waktu setempat.
"Dengan tidak adanya informasi yang tepat mengenai lokasi pengungsi, kami telah memberi tahu pihak berwenang dari negara-negara maritim terkait tentang laporan ini dan meminta bantuan cepat mereka untuk pencarian dan penyelamatan, jika kapal tersebut ditemukan di wilayah tanggung jawab mereka. Tindakan segera diperlukan untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah tragedi lebih lanjut," kata Ratwatte dalam rilis berita, dilansir di Saudi Gazette, Rabu (24/2).
Menurut UNHCR, para pengungsi diyakini telah berangkat dari Cox's Bazar dan Teknaf, Bangladesh selatan, sekitar 10 hari yang lalu. Kapal tersebut dilaporkan hanyut terkatung-katung setelah mesin kapal rusak, lebih dari sepekan yang lalu.
Para pengungsi telah melaporkan bahwa kapal tersebut kehabisan makanan dan air selama beberapa hari, dan banyak penumpang yang sakit.
"Banyak yang berada dalam kondisi sangat rentan dan tampaknya menderita dehidrasi ekstrim. Kami memahami bahwa sejumlah pengungsi telah kehilangan nyawa, dan korban jiwa meningkat selama 24 jam terakhir," tambah Ratwatte.
Laut Andaman adalah perairan di Samudera Hindia. Perairan itu terletak di tenggara Teluk Benggala, selatan Myanmar, sebelah barat Thailand, dan sebelah timur Kepulauan Andaman dan Nicobar di India.
Sementara itu, pejabat UNHCR tersebut mengimbau semua pemerintah dalam mengerahkan kemampuan untuk melakukan pencarian dan penyelamatan segera kepada para pengungsi yang tengah dalam situasi bahaya tersebut. Ratwatte menekankan bahwa menyelamatkan nyawa harus menjadi prioritas.
"Sejalan dengan kewajiban internasional berdasarkan hukum laut dan tradisi maritim yang sudah berlangsung lama, kewajiban untuk menyelamatkan orang-orang yang dalam bahaya di laut harus ditegakkan, tanpa memandang kebangsaan atau status hukum," kata Ratwatte.
Sebelumnya, ratusan orang dilaporkan tewas saat mencoba menyeberangi Laut Andaman. Perjalanan melewati perairan itu pernah disebut tiga kali lebih mematikan daripada di Mediterania. Mereka yang mencoba menyeberangi Laut Andaman itu tidak lepas dari krisis yang melanda etnis Muslim Rohingya.