IHRAM.CO.ID, Eksplorasi ruang angkasa Timur Tengah mengalami kemunduran karena konflik dan kekacauan politik di kawasan itu. Diantaranya adalah Mesir yang pada awalnya mencetak rekor dengan meluncurkan sembilan satelit dan Irak yang pernah memiliki program luar angkasa dari 1988 hingga 1990.
Dilansir Middle East Monitor, program luar angkasa Irak yang berlangsung selama lebih kurang dua tahun tersebut bertujuan mengembangkan satelit bertenaga surya bernama Al-Ta’ir yang berarti burung. Pada 1989, negara ini meluncurkan roket sepanjang 25 meter dari landasan di dekat Ibu Kota Baghdad.
Tahun berikutnya, Irak merencanakan uji peluncuran kedua yang dinamakan Al Kharief atau memiliki arti sebagai musim gugur. Namun, invasi ke Kuwait pada Agustus 1990 menyebabkan seluruh kegiatan eksplorasi ruang angkasa ini ditangguhkan.
Pada 1988, mantan presiden Irak, Saddam Hussein telah memesan senjata ruang angkasa dari ilmuwan dan ahli artileri terkemuka asal Kanada, Gerald Bull, yang menerima uang muka sebesar 25 juta dolar AS. Proyek yang disebut dengan Babylon dirancang untuk menghasilkan meriam yang ditujukan untuk menembakkan satelit ke orbit.
Meskipun mampu mengirimkan prototipe meriam yang lebih pendek, bernama Baby Babylon, proyek tersebut dihentikan setelah terjadinya pembunuhan terhadap Bull pada 1990, yang diyakini terkait dengan intelijen Israel. Sementara itu, Iran yang mendirikan program luar angkasa pada 2003 dan memiliki kemajuan di bidang peroketan telah dikritik oleh AS dan Eropa, yang khawatir terhadap ancaman militer negara ini.
Iran telah meluncurkan empat satelit penelitian dan menguji dua roket luar angkasa. Bahkan, pada 2013 mengklaim telah berhasil mengirim monyet ke luar angkasa.
Sementara itu, Israel menjadi salah satu dari tujuh negara di Timur Tengah yang telah membangun satelit dan peluncurnya sendiri. Komite Nasional Penelitian Luar Angkasa Israel (NCSR) didirikan oleh pemerintah pada 1960 dan badan antariksa dibentuk pada 1983.
Badan tersebut, yang mengembangkan satelit untuk tujuan pengintaian dan komersial, sedang mengerjakan beberapa proyek, termasuk penelitian luar angkasa. Selain badan nasional, organisasi Israel yang didanai swasta, SpaceIL, meluncurkan pesawat pendarat bernama Beresheet yang memasuki orbit bulan pada 4 April 2019. Seminggu kemudian, selama prosedur pendaratannya, komunikasi terputus dengan Beresheet, dan pendarat tersebut jatuh di Bulan.
Saat ini, Uni Emirat Arab (UEA) dianggap menjadi salah satu negara Timur Tengah yang memiliki kemajuan di bidang eksplorasi ruang angkasa, dengan keberhasilan dalam misi menuju Mars. Badan Antariksa negara itu (UAESA) didirikan pada 2014 dan mempersiapkan misi untuk mempelajari Planet Merah.
Pada awal Februari, pesawat ruang angkasa (probe) Hope milik UEA telah memasuki orbit Mars. Misi bertujuan membuat ilmuwan dapat mempelajari siklus cuaca di planet itu, termasuk peristiwa cuaca di atmosfer yang lebih rendah, dan memberikan informasi tentang hidrogen di atmosfer dan kehilangan oksigen serta kemungkinan lain yang menyebabkan perubahan iklim secara ekstrem.
UAESA dilaporkan berhasil mengumpulkan sekitar 5,2 miliar dolar AS yang berasal dari dana pemerintah, swasta, dan entitas semi-swasta. Badan ini juga tengah mempersiapkan pesawat penjelajah bulan yang dinamakan Rashid untuk memulai misi mempelajari salah satu benda di tata surya itu pada 2024.
Negara-negara lain di Timur Tengah yang sedang mengembangkan penelitian dan program luar angkasa diantaranya adalah Turki, yang pada 9 Februari lalu mengumumkan program 10 tahun yang mencakup misi ke bulan pada 2023. Tahap pertama dari misi tersebut adalah melalui kerjasama internasional, sedangkan tahap kedua akan menggunakan roket.
Negara-negara di Timur Tengah telah meluncurkan lebih dari 20 satelit dalam beberapa tahun terakhir, dengan lebih banyak lagi dalam tahap perencanaan. Oman menjadi salah satu yang bersiap untuk meluncurkan satelit pertamanya pada 2024.