IHRAM.CO.ID,BANDA ACEH -- Budayawan dan Kolektor Manuskrip Aceh Tarmizi A Hamid menyarankan Pemerintah Kota Banda Aceh membangun museum cagar budaya di kawasan Gampong (desa) Pande Kecamatan Kutaraja kota setempat, karena ribuan artefak ditemukan di sana.
"Lebih tepatnya pembangunan proyek Instalansi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) di sana diubah menjadi museum cagar budaya mengingat ribuan artefak sejarah Aceh di lokasi tersebut sudah banyak ditemukan," kata Tarmizi A Hamid di Banda Aceh, Senin (1/3).
Menurut Tarmizi, pembangunan museum cagar budaya menjadi solusi perdebatan antara masyarakat dengan pemerintah yang berencana melanjutkan pembangunan IPAL di lokasi yang sudah ditemukan banyak situs sejarah tersebut.
"Dari pada masyarakat dan Pemerintah kota berdebat lebih baik bangunan yang sudah ada itu dibangun museum alam, karena banyak artefak sudah terbengkalai di situ," ujarnya.
Tarmizi menyampaikan, ketika orang lain di belahan dunia sedang menunjang pembangunan industri pariwisata bidang sejarah dan budaya tanpa memiliki wujud benda. Tetapi Aceh tidak memanfaatkan banyak peninggalan benda sejarah yang berhamburan di kawasan Pande dan Gampong Jawa tersebut.
"Tetapi Aceh menjadikannya tidak berguna karena tidak dimanfaatkan. Padahal potensi tersebut manis sekali dijadikan sebagai kota warisan," kata pria yang akrab disapa Cek Midi itu.
Tarmizi menjelaskan, dalam catatan sejarah, wilayah Gampong Pande tersebut memiliki peran penting dan strategis sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Aceh. Sesuai dengan namanya, lanjut Tarmizi, Pande itu pada masa kejayaannya adalah tempat para pandai besi, pabrik senjata, dan pusat aktivitas ekonomi kerajaan.
Wilayah tersebut dulunya juga merupakan areal inti dari berbagai peristiwa sejarah, sebab berada di tepi laut dan di bagian muara atau hilir krueng (sungai) Aceh.
"Kawasan itu salah satu panggung utama sejarah Aceh dan telah merekam jejak-jejak sejarah yang cukup banyak. Termasuk dalam mukim Mesjid Raya di mana Daruddunya, istana dan kuta para sultan Aceh," ujarnya.
Tarmizi juga menerangkan, kawasan Krueng Aceh sendiri mulai dari hulu sampai hilir merupakan nadi kebudayaan dan peradaban orang Aceh. Dari dua tepi sungai tersebut orang Aceh telah menyebar ke berbagai tempat di Asia Tenggara.
"Maka dari itu kawasan tersebut sama sekali tidak layak dijadikan tempat pembuangan sampah dan limbah apalagi lumpur tinja, itu sangat tidak logis dan tidak masuk ke cita rasa," kata Tarmizi.