IHRAM.CO.ID, TOKYO -- Jepang akan membuang lebih dari 1 juta ton air yang terkontaminasi dari stasiun nuklir Fukushima ke laut. Pelepasan air pertama akan dilakukan dalam waktu sekitar dua tahun.
Hampir 1,3 juta ton air yang terkontaminasi atau setara untuk mengisi sekitar 500 kolam renang ukuran olimpiade, disimpan dalam tangki besar di pabrik Fukushima Daiichi. Perawatan air yang terkontaminasi itu membutuhkan biaya sekitar 100 miliar yen atau 912,66 juta dolar AS per tahun.
“Melepaskan air olahan adalah tugas yang tidak dapat dihindari untuk menghentikan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima Dai-ichi dan merekonstruksi daerah Fukushima,” ujar Perdana Menteri Yoshihide Suga.
Operator pembangkit listrik Tokyo Electric Power (Tepco) mulai menyaring air untuk menghilangkan isotop berbahaya. Tepco berencana menyaring air yang terkontaminasi untuk menghilangkan isotop dan hanya menyisakan tritium, isotop radioaktif hidrogen yang sulit dipisahkan dari air.
Tepco kemudian akan mengencerkan air sampai tingkat tritium turun di bawah batas regulasi, sebelum memompanya ke laut. Tritium dianggap relatif tidak berbahaya karena tidak mengeluarkan energi yang cukup untuk menembus kulit manusia. Pembangkit nuklir lain di seluruh dunia secara rutin memompa air dengan kadar isotop rendah ke laut.
Jepang mengatakan bahwa, pelepasan air diperlukan untuk melanjutkan penonaktifan fasilitas nuklir yang lumpuh oleh gempa bumi dan tsunami pada 2011. Jepang menambahkan, air yang terkontaminasi yang telah disaring secara rutin dilepaskan dari pembangkit nuklir di seluruh dunia.
Keputusan untuk melepaskan air yang terkontaminasi itu diambil sekitar tiga bulan sebelum Olimpiade Tokyo yang ditunda. Beberapa pertandingan olahraga Olimpiade akan diadakan sekitar 60 km dari fasilitas nuklir Fukushima yang rusak oleh gempa. Mantan Menteri Jepang Shinzo Abe pada 2013 meyakinkan Komite Olimpiade Internasional yang menyatakan bahwa Fukushima tidak akan pernah merusak Tokyo.
Amerika Serikat (AS) mencatat bahwa Jepang telah bekerja sama dengan Badan Energi Atom Internasional dalam menangani situs tersebut.
"Dalam situasi yang unik dan menantang ini, Jepang telah mempertimbangkan opsi dan efeknya, telah transparan tentang keputusannya, dan tampaknya telah mengadopsi pendekatan sesuai dengan standar keselamatan nuklir yang diterima secara global," kata Departemen Luar Negeri AS dalam sebuah pernyataan.