REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Menurut Perjanjian Lausanne, Athena "tidak memiliki hak" untuk menunjuk kepala ulama, atau mufti, yang tinggal di Yunani, kata Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada Jumat.
"Bagaimana kalian bisa melakukan itu? Kami tidak menunjuk patriark di sini," kata Erdogan kepada wartawan di Istanbul, seraya menambahkan bahwa patriark Ekumenis di Turki dipilih oleh Sinode Suci, badan pembuat keputusan dari Patriarkat Ortodoks Yunani.
Seperti dilansir Anadolu Agency, Erdogan mengatakan Yunani tidak membayar "perawatan yang diperlukan" untuk 150.000 orang Turki yang tinggal di Trakia Barat, yang sebagian besar beragama Muslim.
Dia menegaskan, hanya pejabat kelompok ulama, seperti mufti dan imam, yang bisa memilih ketua mufti di Yunani.
Pemilihan mufti diatur oleh Perjanjian Athena 1913, kesepakatan antara Yunani-Ottoman yang digelar oleh Athena pada 1920.
Tetapi pada 1991, Yunani melanggar hukum internasional, negara itu telah membatalkan hukumnya tentang perjanjian itu dan secara tidak sah mulai menunjuk mufti.
Para mufti yang ditunjuk oleh Yunani sejak saat itu telah merampas hak Muslim lokal dalam urusan keluarga dan warisan.
Mayoritas Muslim Turki di Trakia Barat tidak mengakui mufti yang ditunjuk oleh Yunani dan sebaliknya memilih mufti mereka secara sah.
Yunani menolak untuk mengakui para mufti terpilih sejak 1991.
Tuduhan yang tidak bisa diterima
Pada konferensi pers bersama pada Kamis antara Menlu Turki dan Menlu Yunani, Erdogan juga mengatakan Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu telah menegur Menlu Yunani Nikos Dendias karena melontarkan tuduhan tak mendasar terhadap Turki.
Dalam konferensi pers bersama dengan Dendias pada Kamis, Cavusoglu mengatakan retorika provokatif harus dihindari dalam hubungan antara kedua negara.
"Kami ingin pertemuan pertama ini berlanjut dalam suasana yang lebih positif, tetapi dalam sambutannya, Nikos Dendias, sayangnya, membuat tuduhan yang sangat tidak dapat diterima terhadap negara saya," kata Cavusoglu.
Menlu Turki mengatakan klaim bahwa Turki melanggar hak kedaulatan Yunani tidak dapat diterima.
"Turki mampu melindungi hak-haknya, terutama di Mediterania Timur, dan hak-hak warga Siprus Turki," tegas Cavusoglu.
Turki, yang memiliki garis pantai kontinental terpanjang di Mediterania Timur, telah menolak klaim batas maritim oleh Yunani dan pemerintahan Siprus Yunani, serta menekankan bahwa klaim mereka yang berlebihan melanggar hak kedaulatan Turki dan Siprus Turki.
Tahun lalu, Ankara mengirimkan beberapa kapal bor untuk mengeksplorasi energi di Mediterania Timur untuk menegaskan haknya di wilayah tersebut serta milik Republik Turki Siprus Utara.
Para pemimpin Turki telah berulang kali menekankan bahwa Ankara mendukung penyelesaian masalah yang luar biasa di kawasan itu melalui hukum internasional, hubungan bertetangga yang baik, dialog, dan negosiasi.