Jumat 23 Apr 2021 05:30 WIB

Apakah Sejarah Kelam Terulang Sekali Lagi di Afghanistan?

Sejarah kelam berdarah di Afganistan

Ilustrasi: Tentara Afghanistan dalam operasi mengambil alih distrik Ghormach Provinsi Faryab dari kekuasaan Taliban.
Foto:

Perang saudara untuk merebut Kabul

Segera setelah pasukan Soviet menyelesaikan penarikan pada 15 Februari 1989, perang saudara antara pemerintah Kabul yang dipimpin oleh kelompok komunis dan Mujahidin melanda negara itu hingga tahun 1992. Darah terus mengalir bahkan di antara faksi-faksi Mujahidin, bahkan setelah mereka mengambil alih Kabul dengan menggulingkan rezim komunis.

Sebuah kesepakatan yang ditandatangani antara berbagai faksi di kota suci Makkah di dalam Masjidil Haram di bulan suci Ramadhan pada Maret 1993. Namun ini tidak tidak dapat menghentikan pertumpahan darah.

Agar lebih sakral, naskah perjanjian sempat digantung di dinding Ka'bah. Burhanuddin Rabbani seharusnya mempertahankan jabatannya sebagai presiden selama 18 bulan dan saingannya Gulbuddin Hekmatyar diangkat sebagai perdana menteri.

″Perjanjian ini telah ditandatangani di kota-kota Muslim paling suci, dan tidak ada yang berani melanggarnya. Jika ada yang melakukannya, dia akan bertanggung jawab kepada Tuhan,” kata Perdana Menteri Pakistan Nawaz Sharif, yang mendukung perjanjian atas nama negaranya.

Namun menurut laporan Afghanistan, roket terus menyasar kota Kabul, menewaskan 25.000 orang dalam enam bulan pertama tahun 1994. Pertikaian ini pada akhirnya menyebabkan munculnya gerakan Taliban pada bulan Agustus 1994, yang kemudian digulingkan oleh kampanye militer pimpinan AS pada 2001.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement