IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Jaringan kelompok masyarakat sipil Indonesia pesimistis pertemuan pemimpin negara-negara ASEAN, Sabtu, dapat menyelesaikan krisis di Myanmar pasca-kudeta militer.
“(Pertemuan pemimpin ASEAN) tidak akan membuat Jenderal Min Aung Hlaing mempertanggungjawabkan perbuatannya dalam melakukan kejahatan berat di bawah hukum internasional,” kata kelompok masyarakat sipil yang tergabung dalam aksi “Gowes for Democracy”, dalam pernyataannya pada Sabtu.
Menurut mereka, sejauh ini, ASEAN gagal menangani kekejaman yang terjadi di Asia Tenggara karena berlindung di balik prinsip non-intervensi.
Jaringan ini juga sangat kecewa pada ASEAN karena mengundang junta militer dalam pertemuan yang digelar di Jakarta tersebut.
Jaringan ini berpandangan, ASEAN terkesan melegitimasi kudeta ilegal dengan mengundang junta.
Mereka menyayangkan ASEAN tidak mengundang National Unity Government (NUG) yang dibentuk oleh para penentang kudeta militer 1 Februari lalu, termasuk anggota parlemen yang digulingkan hingga etnis minoritas.
Maka dari itu, kelompok ini meminta agar negara-negara ASEAN menyerukan secara tegas kepada junta Myanmar agar segera menghentikan pelanggaran HAM berat di negaranya.
Jaringan ini juga meminta ASEAN membuka dukungan kemanusiaan ke seluruh wilayah konflik di Myanmar, termasuk kepada kelompok minoritas Rohingya.
“Untuk membentuk respons yang solid dan terkoordinasi di antara negara-negara ASEAN, Dewan Keamanan PBB dan Dewan Hak Asasi Manusia PBB dengan tujuan mengirim delegasi bersama ke Myanmar,” kata mereka seperti dilansir Anadolu Agency.
Pada hari ini, mereka akan melakukan aksi “Gowes for Democracy” yang kedua untuk menunjukkan solidaritas rakyat Indonesia kepada warga Myanmar.
Organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam aksi ini di antaranya, Asia Justice and Rights (AJAR), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Imparsial, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), serta Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).