IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia memastikan pelabelan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat - Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) sebagai teroris telah melalui pertimbangan yang matang serta masukan dari berbagai pihak.
Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodawardhani mengatakan pelabelan tersebut dilakukan untuk memastikan seluruh instrumen penegakan hukum yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dapat dimaksimalkan.
"Pemerintah akan memastikan bahwa tindakan penegakan hukum yang akan dilakukan oleh aparat penegak hukum tidak akan eksesif yang bisa berdampak negatif pada masyarakat," jelas Jaleswari Pramodawardhani, kepada wartawan pada Jumat.
Apalagi berdasarkan data Gugus Tugas Papua PPKK Fisipol Universitas Gadjah Mada, pelaku kekerasan di Papua paling banyak dilakukan oleh TPNPB-OPM selama 10 tahun terakhir sejak 2010 hingga 2020, kata Jaleswari.
Kasus kekerasan yang dilakukan TPNPB-OPM mencapai 118 kasus, TNI 15 kasus dan Polri 13 kasus, jelas dia.
Korban meninggal dari tindak kekerasan tersebut sebanyak 356 orang, paling banyak korban dari masyarakat, TNI, dan Polri.
Dia mengimbau organisasi masyarakat sipil, masyarakat adat dan gereja tidak khawatir terkait keputusan pemerintah itu dan tetap beraktivitas seperti biasa.
"Pemerintah sedang menyiapkan kerangka operasi yang komprehensif, yang memperhatikan secara ketat prinsip-prinsip HAM," pungkas dia.
Sebelumnya, pelabelan teroris terhadap TPNPB-OPM oleh pemerintah mendapat penolakan dari Pemerintah Provinsi Papua dan pegiat HAM.
Gubernur Papua Lukas Enembe mengatakan pemerintah pusat harus melakukan kajian terlebih dahulu secara komprehensif dengan memperhatikan dampak sosial, ekonomi dan dampak hukum terhadap warganya.
Pemprov Papua menginginkan aparat keamanan untuk melakukan pemetaan terhadap anggota dan lokasi TPNPB, agar tidak ada warga Papua yang menjadi salah sasaran.
Sementara, Komisioner Komnas HAM Chairul Anam mengatakan langkah pemerintah tidak tepat dan dikhawatirkan akan menimbulkan eskalasi kekerasan yang semakin tinggi di Papua.
Senada dengan Komnas HAM, Koordinator Kontras Papua Sam Awom mengatakan, pelabelan itu memungkinkan intervensi dari dunia internasional terkait permasalahan Papua semakin bertambah.