IHRAM.CO.ID, JAKARTA--Ibadah haji merupakan rukun Islam ke lima yang tak semua orang bisa menjalankannya. Meski rukun, Allah hanya mewajibkan ibadah haji ini bagi yang mampu (sehat) secara fisik, mental dan ekonomi.
Ketua Umum AMPHURI (Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia) Firman N Nur berpendapat, haji adalah ibadah paripurna seorang muslim. Ibadah ini kata dia dapat diibaratkan sebagai puncak ujian yang menggabungkan semua materi ujian, meski memang tidak memengaruhi kelulusan seseorang.
"Ibadah haji menggabungkan ujian fisik, mental, dan finansial sekaligus dalam satu waktu tertentu," katanya saat menyampaikan tausiyah daringya tentang ibadah haji, Selasa (4/5)
Firman mengatakan, seorang muslim akan menunaikannya sekitar 5-6 hari, dimulai dari hari Tarwiyah di tanggal 8 Dzulhijjah lalu 9 Dzulhijjah di Arafah dan berakhir di Mina atau Mekkah tanggal 13 Dzulhijjah. Seperti kita ketahui, haji diposisikan di bagian akhir dari rukun Islam.
"Jika syahadat adalah ikrar diri di awal seseorang menganut Islam, maka layaknya sebagai sebuah pengakuan," katanya.
Kemudian berikutnya adalah sholat sebagai bentuk disiplin menjaga komitmen dan konsistensi seorang muslim. Lalu rukun selanjutnya puasa yang diibaratkan sebagai ujian fisik dan mental seorang muslim dalam menjalani hidup.
Berikutnya zakat yang diibaratkan sebagai bentuk dukungan finansial untuk menyeimbangkan kehidupan dengan mensejahterakan umat lewat harta yang dimiliki seorang muslim. Barulah setelah itu seorang muslim menunaikan rukun Islam yang terakhir yakni haji.
"Oleh sebab itulah, kenapa ibadah haji menjadi rukun terakhir karena benar-benar menjadi ujian paripurna bagi umat Islam," katanya.
Firman mengatakan, dalam pelaksanaanya, haji ada di penghujung tahun hijriyah. Tentu, ini menandakan bahwa setelah berhaji seyogyanya manusia berhijrah memperbaiki segala kekurangannya dan meningkatkan taraf hidupnya termasuk ibadahnya.
Artinya kata Firman, ibadah haji merupakan kebutuhan pribadi sebagai muslim paripurna dalam menunaikan rukun Islam dengan syarat wajib berupa istatha’a. Dan tentunya, setiap pribadi yang satu dengan yang lainnya memiliki kadar istatha’a masing-masing.