IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Naftali Bennett dianggap berpeluang menjadi perdana menteri Israel berikutnya. Namun kabar ini bukan berarti baik bagi Palestina. Bennett merupakan pengusaha yang bercita-cita mencaplok sebagian besar Tepi Barat yang dimiliki Palestina.
Dilansir dari kantor berita Reuters pada Selasa (1/6), Bennett mengatakan pembentukan negara Palestina akan menjadi bunuh diri bagi Israel, dengan alasan keamanan. Ia sengaja bergabung dengan lawan politiknya di Israel untuk menyelamatkan negara dari bencana politik.
Bennett ialah putra imigran Amerika berusia 49 tahun yang berarti generasi lebih muda dari Benjamin Netanyahu yang berusia 71 tahun. Bennet lahir di kota Haifa. Bennett menamai putra tertuanya sama dengan saudara laki-laki Netanyahu, Yoni, yang tewas dalam serangan untuk membebaskan penumpang yang dibajak di bandara Entebbe Uganda pada 1976.
Bennett memiliki hubungan yang panjang dan sering bersitegang dengan Netanyahu antara tahun 2006 dan 2008 sebagai ajudan senior pemimpin oposisi. Bennett menyerbu politik nasional pada 2013, mengubah partai pro-pemukim dan menjabat sebagai menteri pertahanan serta pendidikan dan ekonomi di pemerintahan Netanyahu.
Bennett tercatat pula sebagai mantan pemimpin Yesha, gerakan pemukim utama di Tepi Barat. Bennett menjadikan aneksasi bagian-bagian wilayah yang direbut Israel dalam perang tahun 1967 sebagai fitur utama dari platform politiknya. Tetapi sulit baginya menindaklanjuti pencaplokan Palestina karena secara politik tidak mungkin dilakukan sekarang. Bennett mengatakan pada Ahad lalu baik sayap kanan dan kiri harus berkompromi pada masalah ideologis.
Bennett adalah seorang Yahudi religius Ortodoks modern. Dia tinggal bersama istrinya, Gilat (seorang koki makanan penutup) dan empat anak mereka di pinggiran kota Raanana di Tel Aviv. Seperti Netanyahu, Bennett fasih berbahasa Inggris beraksen Amerika dan menghabiskan sebagian masa kecilnya di Amerika Serikat.
Saat bekerja di sektor teknologi, Bennett belajar hukum di Universitas Ibrani Yerusalem. Pada tahun 1999, ia membentuk sebuah perusahaan rintisan dan kemudian pindah ke New York. Ia akhirnya menjual perusahaan perangkat lunak anti-penipuannya, Cyota, ke perusahaan keamanan AS RSA seharga $145 juta atau Rp2 triliun pada 2005.