Jumat 04 Jun 2021 08:15 WIB

Oposisi Israel Sepakat Bentuk Pemerintahan Baru

Partai oposisi Israel mencapai kesepakatan koalisi untuk membentuk pemerintahan baru

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Esthi Maharani
Pemimpin oposisi Israel Yair Lapid, seorang sentris sekuler, telah terkunci dalam pembicaraan dengan nasionalis agama Naftali Bennett tentang persyaratan
Foto: Arabnews.com
Pemimpin oposisi Israel Yair Lapid, seorang sentris sekuler, telah terkunci dalam pembicaraan dengan nasionalis agama Naftali Bennett tentang persyaratan

IHRAM.CO.ID, YERUSALEM -- Partai oposisi Israel pada Rabu (2/6) mencapai kesepakatan koalisi untuk membentuk pemerintahan baru, yang akan mengakhiri 12 tahun kekuasaan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

Pemimpin partai tengah Yesh Atid, Yair Lapid, memberi tahu Presiden Reuven Rivlin bahwa koalisi persatuan delapan faksi telah dibentuk. Pemerintahan koalisi mereka ini mencakup beberapa sekutu politik, termasuk pemimpin partai United Arab List, Mansour Abbas. Partai ini merupakan partai mewakili 21 persen minoritas Arab Israel.  

Lapid telah ditugaskan untuk membentuk koalisi pemerintahan berikutnya setelah Perdana Menteri sayap kanan, Benjamin Netanyahu, gagal membentuk koalisinya sendiri, setelah pemilihan keempat Israel yang tidak meyakinkan dalam waktu kurang dari dua tahun.

"Pemerintah ini akan bekerja untuk semua warga Israel, mereka yang memilihnya dan yang tidak. Pemerintah ini akan melakukan segalanya untuk menyatukan masyarakat Israel," kata Lapid dalam sebuah pernyataan di Twitter, dilansir di Middle East Eye, Kamis (3/6).

Rivlin lantas mengucapkan selamat kepada Lapid atas pengumuman tersebut. "Saya mengucapkan selamat kepada Anda @yairlapid dan kepala kaukus Knesset atas persetujuan Anda untuk membentuk pemerintahan. Kami berharap Knesset akan diadakan sesegera mungkin agar pemerintah dapat diratifikasi seperti yang diwajibkan undang-undang," tulis Rivlin di Twitter.

Di bawah perjanjian koalisi tersebut, ketua partai sayap kanan Yamina, Naftali Bennett, akan menjabat sebagai perdana menteri selama dua tahun sebelum nanti menyerahkannya kepada Lapid. Pengumuman kesepakatan ini menambah kesengsaraan Netanyahu, yang juga tengah diadili atas tuduhan penipuan, penyuapan dan pelanggaran kepercayaan saat menjabat. Meskipun, tuduhan tersebut dibantah oleh Netanyahu.

Saingan Netanyahu mengutip kasus korupsinya sebagai alasan utama mengapa Israel membutuhkan pemimpin baru. Mereka beralasan bahwa Netanyahu bisa menggunakan masa pemerintahan baru untuk merancang cara guna melindungi dirinya sendiri.

Kendati demikian, pengumuman Lapid ini tidak serta merta mengakhiri cengkeraman kekuasaan Netanyahu. Sebab, anggota parlemen perlu memberikan suara pada kesepakatan itu, yang diperkirakan dilakukan pekan depan.

Sementara itu, kubu Netanyahu dikatakan telah bekerja secara agresif untuk membatalkan koalisi baru Lapid, yang hanya akan menguasai mayoritas tipis di parlemen. Ia diperkirakan akan melanjutkan upayanya untuk membuat anggota parlemen berpihak kepadanya, sehingga Lapid tidak memiliki mayoritas 61 kursi di Knesset yang memiliki 120 kursi.

Pemerintahan koalisi ini akan terdiri dari partai-partai kecil dan menengah dari seluruh spektrum politik, termasuk untuk pertama kalinya dalam sejarah Israel sebuah partai yang mewakili warga Palestina di Israel, United Arab List. Warga Palestina membentuk 20 persen dari populasi Israel.

Partai di bawah pimpinan Mansour Abbas ini dinilai sangat penting dalam menciptakan suara mayoritas. Namun, dukungannya untuk koalisi yang akan menempatkan Bennett dari sayap kanan dalam jabatan perdana menteri merupakan hal kontroversial di kalangan warga Palestina.

Abbas mengatakan, dia hanya menandatangani kesepakatan setelah perjanjian kritis tentang berbagai masalah yang melayani kepentingan masyarakat Arab tercapai.

"Kami ingin pemerintahan yang akan dibentuk akan melayani semua warga negara, termasuk warga Arab, jadi kami membuat keputusan yang sulit. Ada banyak perbedaan pendapat dan kami memahami itu, tetapi kami harus mencapai kesepakatan keseluruhan," kata Abbas seperti dikutip Haaretz.

Dia mengatakan bahwa pendidikan, kesejahteraan, lapangan kerja, pembangunan ekonomi, perencanaan, konstruksi, dan kejahatan serta kekerasan, termasuk di antara isu-isu yang dibahas.

"Ini pertama kalinya partai Arab menjadi mitra dalam pemerintahan. Kami berharap seluruh proses akan berhasil dan akhirnya sebuah pemerintahan akan terbentuk setelah empat pemilihan," tambah Abbas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement