IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Rencana pemerintah Indonesia mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) pada bahan kebutuhan pokok menimbulkan reaksi dari kalangan para pedagang.
Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) memprotes rencana pemerintah tersebut karena akan menyulitkan para pedagang dan masyarakat.
Ketua umum Ikappi Abdullah Mansuri mengatakan kebijakan tersebut semakin menyulitkan masyarakat karena digulirkan pada masa pandemi Covid-19 yang membuat perekonomian melambat.
“Kami mengalami kesulitan menjual karena ekonomi menurun dan daya beli masyarakat rendah. Mau ditambah PPN, bagaimana tidak gulung tikar?” ujar dia dalam siaran pers, Rabu.
Dia berharap pemerintah menghentikan rencana tersebut.
Menurut dia pada masa pandemi ini pedagang pasar mengalami penurunan omset lebih dari 50 persen.
Selain itu, pemerintah juga belum mampu menjaga stabilitas bahan pangan pada beberapa bulan belakangan.
Dia mencontohkan, harga cabai bulan lalu mencapai Rp100 per kilogram, demikian juga harga daging sapi juga belum stabil, ujar dia.
Pedagang pasar, menurut dia akan melakukan protes hingga didengar oleh Presiden Joko Widodo.
“Protes ini agar kementerian tidak melakukan hal-hal yang justru menyulitkan kami (pedagang pasar),” jelas Abdullah.
Pendapat serupa juga disampaikan oleh Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta Sarman Simanjorang.
Sarman menyarankan pemerintah mempertimbangkan kembali rencana tersebut karena dampak pandemi Covid-19 masih terasa.
Dia khawatir, pengenaan PPN malah membuat daya beli masyarakat semakin turun.
“Mau tidak mau kalau daya beli masyarakat menurun akan membuat omzet pedagang pasar akan semakin turun, karena masyarakat lebih hemat,” kata dia kepada Anadolu Agency.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai perluasan objek PPN ke bahan pangan akan mendorong inflasi.
“Imbasnya bukan saja pertumbuhan ekonomi bisa kembali menurun tapi juga naiknya angka kemiskinan,” kata dia kepada Anadolu Agency.
Menurut dia, harga bahan pangan berkontribusi sekitar 73 persen pada naik turun garis kemiskinan.
Artinya sedikit saja harga pangan naik, jumlah penduduk miskin akan bertambah, ujar dia.
Selain itu, pengawasan PPN pada bahan pokok relatif sulit dibanding barang retail lain.
Hal ini juga membuat biaya administrasi pemungutannya menjadi mahal, ujar dia.
“Karena sembako termasuk barang yang rantai pasokannya panjang serta berkaitan dengan sektor informal di pertanian,” jelas dia.
Menurut dia, efek ini juga akan menimbulkan risiko banyaknya barang ilegal yang beredar tanpa tarif PPN sesuai.
Hal serupa pernah terjadi pada kasus kenaikan cukai rokok 2020 yang mengakibatkan peredaran rokok ilegal naik, ujar dia.
Rencana kenaikan PPN sedang diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat. Bersama kebijakan PPN, pemerintah juga mengajukan perubahan kebijakan perpajakan penghasilan (PPh) dan pengampunan pajak atau tax amnesty jilid II.