Kamis 17 Jun 2021 22:17 WIB

Setelah Serangan Mematikan terhadap Muslim Kanada

Kepedihan setelah serangan mematikan terhadap Muslim Kanada

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Subarkah
Pemakaman keluarga Muslim korban islamofobia di Islamic Centre of Southwest Ontario, London, Ontario, Kanada dihadiri ratusan pelayat, Sabtu (12/6). Tampak peti mati keluarga Afzaal yang dibungkus bendera Kanada.
Foto: REUTERS/Carlos Osorio
Pemakaman keluarga Muslim korban islamofobia di Islamic Centre of Southwest Ontario, London, Ontario, Kanada dihadiri ratusan pelayat, Sabtu (12/6). Tampak peti mati keluarga Afzaal yang dibungkus bendera Kanada.

IHRAM.CO.ID, WINNIPEG -- Rabbi Kliel Rose, dibesarkan di ujung utara Winnipeg, di lingkungan Seven Oaks, Kanada. Rumahnya terletak di Matheson Avenue, sebelah barat Main Street antara jalan Salter dan Powers.

Dia tinggal kurang dari satu blok jauhnya dari sekolah harian Talmud Torah dan sinagoga. Keduanya ditempatkan di gedung yang sama. Ini adalah dua institusi penting dalam hidup Rose sebagai seorang anak. Di seberangnya adalah Matheson Park, tempat dirinya menghabiskan banyak waktu bermain dengan teman dan tetangga.

"Jalan kami dipenuhi oleh banyak keluarga Yahudi serta orang-orang dari berbagai latar belakang. Saya memiliki begitu banyak kenangan indah dari masa kecil saya. Teman-teman saya dan saya bebas berkeliaran dan menjelajah dengan mudah di dalam area kota kami yang kecil dan aman ini," kata dia seperti dilansir dari CBC, Kamis (17/6).

Rose mengakui, jarang ada orang yang selalu mengenakan kippa (semacam topi khas Yahudi). Persepsi tentang keamanan itu dengan cepat terurai ketika dia baru berusia tujuh tahun. Pandangannya tentang keselamatan pribadi sebagai seseorang yang bisa dikenali sebagai orang Yahudi, berubah secara dramatis.

 

"Saya ingat pernah mendengar bahwa salah satu siswa yang lebih tua dari sinagoga yang saya hadiri, yang tinggal satu blok dari kami (seseorang yang sangat saya kagumi yang mengajari saya cara melantunkan Taurat), telah dipukuli pada Jumat malam saat berjalan pulang pada hari Sabat," ucapnya.

Para penyerangnya menyadari bahwa dia mengenakan kippa dan memutuskan bahwa Yahudi ini perlu belajar dan memahami mengapa itu tidak ditoleransi di lingkungan mereka. "Kejadian khusus ini sangat mempengaruhi saya," katanya.

"Dalam beberapa hal itu mematahkan kepolosan saya serta kebebasan yang saya miliki dalam berkelok-kelok tanpa kesulitan di tempat ajaib ini. Hubungan saya dengan lingkungan saya tidak pernah sama persis. Saya tidak pernah berhenti memakai kippa, tetapi akibat kejadian ini, saya menjadi lebih waspada dengan keadaan saya dan siapa yang ada di sekitar saya," tutur dia.

Menurut Rose, harus menanggung ketakutan dan kecemasan itu pada usia tujuh tahun terasa sangat tidak adil. Perspektif Rose setelah lebih dari 40 tahun kemudian tidak berubah. Sebab pada 6 Juni lalu, terjadi serangan yang ditargetkan terhadap sebuah keluarga Muslim yang berjalan di lingkungan mereka di London, Ontario. Empat anggota dari satu keluarga tewas dan seorang anak laki-laki berusia sembilan tahun masih dalam kondisi kritis di rumah sakit.

"Saya tidak dapat memahami besarnya rasa sakit yang dirasakan oleh anggota keluarga ini dan komunitas mereka, saya dapat menghubungkan dalam beberapa cara dengan ketakutan dan kepanikan yang dirasakan oleh seseorang yang identitas agamanya mudah diketahui setiap kali mereka memasuki ruang publik. Tidak ada ruang untuk tindakan kebencian seperti itu di masyarakat kita," imbuhnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement