Jumat 25 Jun 2021 23:34 WIB

Ziarah Peradaban Silang Budaya untuk Pariwisata

Pariwisata Indonesia butuh renovasi baru

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Muhammad Subarkah
Pekerja menyapu kawasan Wisata Candi Prambanan yang tutup di Sleman, DI Yogyakarta, Minggu (20/6/2021). Pihak pengelola Taman Wisata Candi Prambanan melakukan penutupan sementara kunjungan wisata pada tanggal 19-20 Juni 2021 guna mengurangi penyebaran COVID-19 menyusul meningkatnya penularan di DI Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Foto: Hendra Nurdiyansyah/ANTARA FOTO
Pekerja menyapu kawasan Wisata Candi Prambanan yang tutup di Sleman, DI Yogyakarta, Minggu (20/6/2021). Pihak pengelola Taman Wisata Candi Prambanan melakukan penutupan sementara kunjungan wisata pada tanggal 19-20 Juni 2021 guna mengurangi penyebaran COVID-19 menyusul meningkatnya penularan di DI Yogyakarta dan Jawa Tengah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski pandemi, inovasi dan kreasi tidak boleh terbatasi, justru harus sering bekerja sama dan berkolaborasi. Jika melirik ke dunia pariwisata Indonesia dalam menelurkan inovasi baru, perlu dilakukan pengembangan pariwisata.

Pariwisata ini menjadi salah satu kekuatan besar untuk menggerakkan lokomotif pembangunan yang menyangkut dimensi kemanusiaan, sosial, budaya, ekonomi, lingkungan hidup, dan telah memberikan satu kesempatan kerja yang luar biasa.

 

“Dan juga membangkitkan usaha-usaha kecil yang ada di seantero kita,” ungkap Pakar Geografi Pembangunan, Prof M Baiquni, dalam Konferensi Internasional Sound of Borobudur bertajuk ‘Music Over Nations: Menggali Jejak Persaudaraan Lintas Bangsa Melalui Musik’ di Magelang, Jawa Tengah, dan juga secara daring, Kamis (24/6)

 

Hal ini menjadi satu kekuatan besar yang harus dilakukan, berkolaborasi untuk menciptakan satu kebangkitan baru. Pariwisata adalah sebuah silaturahmi antarhati, fisik yang datang ke satu tempat dengan beragam budaya, tapi bisa memahami keragaman itu sebagai suatu keanugerahan yang luar biasa.

 

Prof Baiquni juga memaparkan tentang paradigma pariwisata, yang bisa dilihat dari ‘mass tourism’ dimana ini menyangkut jumah wisatawan yang banyak, seperti pantai atau open space yang lainnya. Tapi juga perlu bergerak ke ‘cultural tourism’, dimana orang lebih ingin mengetahui, mendapat pengalaman, dan memperluas suatu kekuatan inovasi dan inspirasi bagi kehidupan.

 

“Maka dari itu orang pergi untuk rekreasi, agar kembali setelahnya menjadi manusia yang kreatif,” ujar Pendiri Sustainable Tourism Action Research Society itu.

 

Selain itu, bisa juga mengembangkan pariwisata sebagai ‘creative dan quality tourism’ melalui self development. Banyak orang ingin memberi makna lebih dalam terhadap kehidupannya pada satu kesempatan.

 

Di satu waktu, seseorang bisa ziarah peradaban untuk ke satu tempat dan menjadikan itu stay longer, untuk menikmati, untuk berkreasi, wntah orang itu adalah seorang musisi atau pembatik, pengrajin atau penulis, inspirasi bisa didapatkan dari sebuah ziarah peradaban.

 

“Pada 2018, saya lakukan ziarah peradaban juga ke Himalaya, di sana kita temukan beberapa suku yg memiliki toponimi yang sama. Di Dieng ada yang disebut Kecamatan Karung, di Himalaya itu ada Suku Kurung,” papar Prof Baiquni.

 

“Lalu ada juga toponimi lainnya, seperti di sekitar Candi Prambanan ada Kecamatan Kalasan, di Himalaya ada komunitas yang namanya Kalash. Dengan toponimi ini, bisa menjelaskan suatu grafical interactioin pada zaman itu, antara peradaban di Jawa dan peradaban di India dan terus naik ke atas yang sekarang jadi Nepal,”

 

Itu menjadi sebuah topolitical yang harus saling dicari oleh manusia satu dengan lainnya tentang peradaban masa silam. Maka dari itu, Indonesia bisa menggali relasi peradaban dengan negara-negara di dunia, sehingga bisa mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif.

 

Selain itu, sekaligus menjadi strategi marketing pariwisata Indonesia untuk berinovasi, yang nantinya orang bisa menemukan jalan peradaban di masa silam, masa kini, dan untuk perjalanan masa depan.

 

“ini situasi dimana pandemi covid saat ini, menurunkan situasi dunia karena less mobility, less visiting each others. Menurut survey UNWTO, kita harus berintrospeksi, berkonsolidasi, dan berinovasi agar destinasi yang kita bangun akan mengakar sungguh-sungguh dari kedaulatan dan keberdayaan masyarakat setempat,” ungkap dia lagi.

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement