Hal tersebut, menurut dia, dapat kembali merujuk pada masa Harun Ar-Rasyid, khalifah kelima Dinasti Abbasiyah yang amat memberikan penghargaan terhadap pengembangan ilmu pengetahuan.
Pada saat itu, kata dia, siapa pun ilmuwan baik muslim maupun tidak yang membantu mengembangkan ilmu pengetahuan diberi penghargaan emas seberat buku yang ditulis atau diterjemahkan.
"Ini indikasi bahwa Islam menghargai ilmu, dan ilmu pengetahuan," ujar Fathul.
Pada abad ketiga sampai kelima setelah Islam hadir, dikatakan Fathul, banyak muslim kelas menengah yang mempunyai sumber daya dan minat tinggi dalam mempelajari ilmu pengetahuan.
Pada saat itu, sebagaimana dicatat oleh sejarah, daulah memberikan tempat yang terhormat untuk ilmu pengetahuan Yunani. Penyebaran ilmu pengetahuan menjadi luas karena dorongan dan sambutan kelas menengah muslim.
Situasi spiritual pada tiga abad pertama Islam, menurut dia, amat kondusif untuk masuknya ide dan sistem pemikiran Yunani."Jika kita sepakat, bahwa saat ini, Muslim cenderung tertinggal dalam pengembangan ilmu pengetahuan atau peradaban, mungkin kita bisa melakukan refleksi terhadap cerita tersebut," kata dia.