IHRAM.CO.ID, ISLAMABAD -- Pemerintah Pakistan dengan keras menolak laporan pengawas media internasional yang memasukkan Perdana Menteri (PM) Imran Khan ke dalam daftar 37 penguasa terburuk di dunia dalam hal kebebasan pers. Reaksi marah dari pemerintah Khan ini datang sebagai tanggapan atas laporan berjudul "Press freedom predators gallery, old tyrants, two women and a European," yang dirilis oleh Reporters Without Borders (RSF) yang berbasis di Paris.
Menurut kelompok itu, kasus penyensoran banyak terjadi sejak Khan menjadi perdana menteri, setelah pemilihan parlemen pada 2018. Dikatakan selama pemerintahan Khan, distribusi surat kabar terganggu, outlet media diancam dengan penarikan iklan dan sinyal saluran TV.
“Wartawan yang melewati garis merah telah diancam, diculik dan disiksa,” kata pengawas media dilansir dari Aljazeera, Rabu (7/7).
Kementerian informasi Pakistan, dalam sebuah pernyataan pada hari Selasa, menolak tuduhan itu, dengan mengatakan pemerintah Khan percaya pada kebebasan berekspresi dan independensi media. Dalam pernyataan itu, kementerian mengaku terkejut bahwa RSF telah melompat ke kesimpulan” bahwa media di Pakistan berada di bawah tindakan sensor kejam oleh pemerintah Khan.
Pemerintah Khan menyebut telah mengambil semua langkah yang mungkin untuk menciptakan lingkungan yang menyenangkan bagi jurnalis untuk melakukan kewajiban profesional mereka.
“Tampaknya laporan yang dikeluarkan [Reporters Without Borders] adalah upaya untuk memfitnah wakil rakyat Pakistan yang terpilih, tanpa bukti yang menguatkan,” kata kementerian itu.
Kementerian menambahkan bahwa mereka berharap pengawas di masa depan akan menghindari jurnalisme yang tidak bertanggung jawab seperti itu. Namun para kritikus mengatakan Pakistan telah lama menjadi tempat mematikan bagi jurnalis.
Pada tahun 2020, Khan disebut berada di peringkat kesembilan pada Indeks Impunitas Global tahunan Komite untuk Melindungi Jurnalis, yang menilai negara-negara di mana jurnalis dibunuh secara teratur dan pembunuh mereka dibebaskan. Meskipun Pakistan mengatakan mendukung kebebasan berbicara, para aktivis hak asasi sering menuduh militer Pakistan dan badan-badannya melecehkan dan menyerang wartawan.