IHRAM.CO.ID,JAKARTA--Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengajak berbagai pihak untuk terus mengembangkan dan memajukan industri keuangan syariah di Indonesia. Ini karena potensi industri dan keuangan syariah di Indonesia sangat besar, tetapi belum tergali dengan baik.
Padahal Indonesia termasuk negara yang memiliki jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, yakni 87 persen beragama Islam.
"Masih terdapat ruang yang luas untuk pengembangan industri keuangan syariah di Indonesia," ujar Wapres di acara konferensi internasional dengan tema utama The Future of Islamic Capital Market: Opportunities, Challenges, and Way Forward, Kamis (15/7).
Ma'ruf mengatakan, berdasarkan penyampaian Lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK), market share Keuangan Syariah Indonesia masih relatif rendah yaitu 9,89 persen dari total aset keuangan nasional Indonesia, termasuk di dalamnya pasar modal syariah.
Ma'ruf mengungkapkan, ini karena pengembangan pasar modal syariah geliatnya baru mulai dirasakan pada tahun 2011. Padahal, pengembangan pasar modal syariah Indonesia Indonesia telah dilakukan sejak tahun 1997 dengan terbitnya produk reksadana syariah pertama.
"Untuk lebih mengembangkan pasar modal Syariah, OJK telah menerbitkan Roadmap Pasar Modal Syariah tahun 2020-2024 sebagai salah satu panduan terkait arah kebijakan pasar modal syariah," ujarnya.
Upaya lain, lanjut Wapres untuk menguatkan pasar modal syariah, diantaranya: penguatan kelembagaan perbankan syariah melalui merger (tiga) Bank Umum Syariah yang kini dikenal dengan nama PT Bank Syariah Indonesia (PT BSI). Pemerintah menargetkan BSI nantinya akan masuk dalam 10 besar bank syariah dunia pada tahun 2025
Kemudian, dilakukan juga penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), yang merupakan instrument investasi bagi para pelaku industri keuangan syariah dan penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Ritel untuk masyarakat umum. Total penerbitan Sukuk Ritel tersebut mencapai Rp203 triliun, dengan total investor sebanyak 347.145 individu.
Kemudian juga penerbitan Green Sukuk, yang merupakan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) pertama dan terbesar di dunia dengan konsep berkelanjutan telah menerima sekitar 42 penghargaan dari berbagai lembaga internasional.
"Dan yang keempat, OJK juga telah memberikan ijin penerbitan instrumen investasi syariah di pasar modal syariah seperti reksa dana syariah dan saham syariah yang fatwanya diterbitkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI)," kata Wapres.
Wapres mengungkapkan, masih berdasarkan laporan OJK, market share saham syariah mencapai 47 persen dengan 457 saham syariah dan total kapitalisasi pasar sebesar Rp3.336 triliun. Kemudian, market share reksadana syariah mencapai 7,1 persen dengan 291 reksadana syariah serta nilai aktiva bersihnya senilai Rp 38 triliun
Kemudian, market share Sukuk negara terhadap obligasi negara saat ini sebesar 18 persen. Sementara, market share Sukuk korporasi terhadap obligasi 7,2 persen.
Namun demikian, Wapres menyadari sejalan dengan perlambatan ekonomi nasional dan global akibat pandemi Covid-19, kinerja pasar modal syariah ikut juga mengalami pelambatan, khususnya kinerja saham syariah dan reksadana syariah. Karena itu diperlukan inovasi bersama, sebagai katalisator perluasan market yang lebih inklusif dan berkesinambungan.
Apalagi keberadaan pasar modal syariah memiliki peran penting sebagai sumber pendanaan dan juga investasi bagi masyarakat.
"Sedikitnya terdapat dua tantangan utama yang harus dihadapi dalam upaya pengembangan dan perluasan pasar ke depan, yaitu: peningkatan literasi dan edukasi kepada masyarakat, korporasi, dan investor potensial, serta dilakukannya sosialisasi kepada masyarakat khususnya kepada generasi milenial dan generasi -Z (i-Generation) yang mudah dipahami, dapat menarik minat, dan relevan dengan kondisi kekinian," katanya.