IHRAM.CO.ID, KABUL – Sebanyak 15 misi diplomatic dan perwakilan NATO di Afghanistan mendesak Taliban menghentikan serangan militer di negara tersebut. Desakan disampaikan hanya beberapa jam setelah delegasi Taliban dan Pemerintah Afghanistan gagal menyepakati gencatan senjata dalam pertemuan di Doha, Qatar.
“Idul Adha ini, Taliban harus meletakkan senjata mereka untuk kebaikan dan menunjukkan kepada dunia komitmen mereka terhadap proses perdamaian,” kata 15 misi diplomatik dan perwakilan NATO dalam sebuah pernyataan bersama pada Senin (19/7), dikutip laman TRT.
Pernyataan bersama itu didukung Australia, Kanada, Republik Ceko, Denmark, delegasi Uni Eropa, Finlandia, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Korea, Belanda, Spanyol, Swedia, Inggris, dan Amerika Serikat (AS) serta perwakilan sipil senior NATO. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, Taliban belum membuat pengumuman resmi tentang gencatan senjata dalam rangka menyambut Idul Adha.
Hal itu diduga karena Taliban telah berhasil menguasai kembali sejumlah besar distrik di Afghanistan dalam waktu singkat. Kesuksesan serangan Taliban tak terlepas dari pengaruh penarikan pasukan AS dan NATO dari negara tersebut.
Akhir pekan lalu, pemimpin tertinggi Taliban Haibatullah Akhunzada mengatakan dia sangat mendukung penyelesain politik untuk konflik Afghanistan. “Terlepas dari keuntungan dan kemajuan militer, Emirat Islam (Afghanistan) sangat mendukung penyelesaian politik di negeri ini. Setiap peluang pembentukan sistem Islam, perdamaian dan keamanan yang muncul dengan sendirinya akan dimanfaatkan Emirat Islam,” kata Akhunzada lewat pesan tertulis yang dirilis pada Ahad (18/7), dikutip laman Aljazirah.
Dia mengungkapkan, Taliban berkomitmen mencari solusi untuk mengakhiri perang. Namun ia mengecam partai-partai oposisi karena membuang-buang waktu. “Pesan kami tetap bahwa alih-alih mengandalkan orang asing, mari kita selesaikan masalah kita di antara kita sendiri dan selamatkan tanah air kita dari krisis yang ada,” ujarnya.
Konflik Afghanistan dengan Taliban telah berlangsung selama dua dekade, yakni sejak 2001. Peperangan tersebut diperkirakan telah memakan setidaknya 47.600 korban jiwa.