Majalah Time pernah menurunkan tulisan tentang seorang imam yang membeli empat naskah kuno Timbuktu seharga 50 dolar AS per naskah. Sementara pada Oktober 2008, salah satu keluarga kebanjiran dan kehilangan 700 manuskrip.
Pada 1970, UNESCO mendirikan sebuah organisasi yang bertugas melestarikan naskah-naskah tersebut. Sayangnya, langkah itu tak kunjung mendapat bantuan dana. Pada 1998, guru besar dari Universitas Harvard Henry Louis Gates mengunjungi Timbuktu untuk membuat serial berjudul ''Keajaiban Dunia Afrika''.
Di luar dugaan, serial ini berhasil membangkitkan kesadaran publik dan akademisi mengenai pentingnya naskah-naskah kuno Timbuktu. Serial itu juga berhasil memancing datangnya kucuran dana.
Upaya untuk melestarikan manuskrip Timbuktu juga dilakukan oleh Universiti Oslo. Proyek yang berlangsung pada 2000-2007 dibiayai oleh Kerajaan Luxembourg. Universitas Cape Town, Afrika Selatan juga pernah melakukan proyek serupa.