Fath al-Wahhab terus dikajinya dengan berguru pada Kiai Zaid dan Syekh Umar al-Syammi. Sementara, Saleh belajar kitab Syarah al-Tahrir karya Zakaria al-Anshari pada Syekh Yusuf al-Sunbulawi al-Mishri.
Syekh Jamal, seorang pengajar mazhab Imam Hanafi di Tanah Suci, juga menjadi guru bagi Saleh. Kelak, dia menulis satu buku tersendiri tentang pengalamannya menuntut ilmu-ilmu agama baik di Jawa maupun Haramain. Judulnya, Al-Mursyid al-Wajiz fi 'Ilmil Qur'an.
Selama di Makkah, kawan-kawannya banyak berasal dari komunitas Jawi. Mereka kelak masyhur sebagai ulama-ulama yang sangat terkemuka. Di antaranya adalah Syekh Nawawi al-Bantani, KH Cholil Bangkalan, Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, dan Syekh Mahfuzh at-Tirmasi yang belakangan menjadi menantu KH Saleh.
Di pusat dunia Islam itu, kecerdasannya diakui di atas rata-rata. Bahkan, penguasa Haramain saat itu mengenal baik kepribadiannya. Karena itu, dia dipersilakan untuk ikut mengajar sejumlah murid di Masjid al- Haram, termasuk dari Indonesia.