Pada 1949, akhirnya Belanda mengakui kedaulatan Indonesia. Laskar-laskar rakyat pun mulai membubarkan diri. Sementara itu, KH Noer Alie pun lebih fokus lagi pada dunia pendidikan.
Di Pekojan, Jakarta, dia membentuk lembaga pendidikan yang bekerja sama dengan Mu`allim Rojiun. Di saat yang sama, pondok pesantrennya di daerah kediamannya, Ujung Malang (Bekasi), juga kembali aktif.
Lebih lanjut, sejak 1953, pesantrennya itu bertransformasi men jadi sebuah yayasan yang kelak bernama Yayasan at-Taqwa. Sampai sekarang, lembaga ini tetap berkiprah.
Namun, pemerintahan Presiden Sukarno perlahan-lahan mulai memberi ruang kepada paham komunisme yang sesungguhnya anti-agama. Inilah yang agaknya membuat KH Noer Alie terjun ke dunia politik praktis dengan mendukung Masyumi.
Dalam pemilihan umum 1955, partai Islam itu memeroleh suara terbanyak di Bekasi. Satu tahun kemudian, pimpinan pusat Masyumi memintanya untuk duduk sebagai anggota Dewan Konstituante, yang bertugas menyusun konstitusi baru sebelum akhirnya dibubarkan secara sepihak oleh Bung Karno.