IHRAM.CO.ID, JAKARTA— Sekjen Kesatuan Tour Travel Haji Umrah Republik Indonesia (Kesthuri), Artha Hanif, menyarankan seharusnya Kementerian Agama (Kemenag) tidak membahas masalah Covid-19.
Menurutnya yang harus dibahas dalam diskusi, Sabtu (31/7) adalah mengapa Indonesia masih dilarang masuk Arab Saudi?
"Menurut saya buat apa Kementerian Agama rapat-rapat dengan kita-kita asosiasi tentang pandemi Covid-19 itukan sudah kerjaan negara sejak awal pandemi," kata Artha Hanif saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (1/8)
Artha mengaku tidak sependapat dengan hasil kesimpulan rapat kemarin, yang membahas masalah pandemi.
Karena menurutnya, pandemi sudah menjadi urusan kementerian lain yang memang diberikan tugas menangani Covid-19.
"Jadi seharusnya yang kita bahas adalah terkait dengan bagaimana persoalan umroh ini. Kita sepakati persoalannya apa perasalahannya mengapa Indonesia masih menjadi negara yang dibanned," katanya.
Artha menuturkan, saat ini informasinya Arab Saudi akan membuka umroh internasional yang dimulai 1 Muharram.
Namun Indonesia masih jadi negara yang dilarang dan pemerintah melalui Kementerian negara belum dapat jawaban alasannya mengapa Indonesia masih dilarang.
"Banned sejak Februari sampai hari ini sudah delapan bulan. Seharusnya menjadi koreksi bagi kita. Negara harusnya tidak berdiam diri, ko negara kita dibanned, kita mesti tahu alasannya mengapa, mengapa kita dilarang ke Arab Saudi," katanya.
Seharusnya, kata Artha, persoalan ini yang dibahas dalam rapat kemarin, Menurut Artha seperti disampaikan Konjen RI Jeddah Eko Hartono dalam diskusi dengan Gabungan Perusahaan Haji dan Umrah Nusantara (GAPHURA) adalah satu alasan Indonesia dilarang karena jamaah Indonesia ketika itu ketahuan menggunakan PCR palsu.
"Ternyata menurut informasi dari Konjen saat acara webinar dengan GAPHURA waktu itu, Konjen Pak Eko mengatakan ini karena ada PCR bodong di mana Indonesia pada keberangkatan terakhir selalu ada sekitar 10 persen positif," katanya.
Artinya kata Artha dilarangnya Indonesia ke Arab Saudi bukan karena masih pandemi, akan tetapi masalahnya karena ketahuan menggunakan PCR bodong.
Nah seharusnya persoalan ini menjadi hal yang dibahas kemarin oleh Kementerian Agama saat mengundang asosiasi.
"Kalau PCR bodong ya dicari tahu siapa yang mengeluarkan PCR bodong. Supaya kita pastikan itu jagan sampai terjadi lagi," katanya.