Rabu 04 Aug 2021 11:29 WIB

Mazhab-Mazhab Islam Melebur di Masjid-Masjid Amerika

Masjid Sunni di Amerika Serikat meleburkan perbedaan mahzab

Rep: Mabruroh/ Red: Muhammad Subarkah
Sejumlah umat Muslim melaksanakan shalat tarawih di Pusat Komunitas Muslim Chicago, Senin (12/4). Umat Muslim di AS tergolong multietnis dan nasionalitas. Tercatat jumlah umat Muslim Chicago mencapai angka 350 ribu jiwa atau lima persen dari populasi. Terdapat pula penganut Islam yang merupakan warga kulit putih AS dan Hispanik (keturunan latin). Namun, sejak lama Chicago terkenal sebagai wilayah konsentrasi kaum Muslim Afro-Amerika. Meski berbeda bahasa, adat maupun budaya, akan tetapi dalam beberapa kesempatan, terutama pada ibadah shalat serta aktivitas Ramadhan, satu sama lain akan menanggalkan perbedaan untuk bersatu di bawah panji kitab suci Alquran dan sunnah Nabi. Umat Muslim Chicago benar-benar menikmati perbedaan yang ada dan mempererat tali ukhuwah di saat bersamaan. (AP Photo/Shafkat Anowar)
Foto: Google.com
Masjid di Amerika Serkat

Menurut Bagby, masjid Hanafi dan Syafi'i adalah yang paling umum di Amerika. Namun, lanjutnya, masjid-masjid yang mengikuti mazhab Maliki sedang meningkat, karena migrasi baru-baru ini dari Afrika dan karena banyak mualaf Amerika tertarik pada interpretasi yang lebih fleksibel dari sejumlah praktik Islam. 

 

Dalam praktik Islam tradisional, individu dapat memadukan tradisi sampai batas tertentu, tetapi dalam beberapa generasi terakhir, karena masjid telah berubah menjadi lembaga negara di banyak negara mayoritas Muslim, kepatuhan terhadap mazhab tertentu menjadi lebih ketat. 

 

Di Amerika, sejumlah faktor kemungkinan telah memengaruhi praktik masjid. Laporan baru mencatat khususnya keterlibatan dalam politik serta peningkatan penggunaan bahasa Inggris dalam kehidupan sehari-hari dan praktik masyarakat.

 

Dalam survei institut tahun 2000, 53 persen masjid Amerika menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa utama untuk khutbah jumah; yang dibandingkan dengan 72 persen hari ini. Laporan itu juga mencatat 51 persen dari masjid yang disurvei menjadi tuan rumah seorang politisi untuk kunjungan atau pembicaraan.

 

Menurut Bagby, ini adalah tingkat keterlibatan politik yang lebih tinggi daripada gereja-gereja Kristen, 

“Sejumlah besar masjid mendukung upaya seperti ini bukan karena alasan politik, melainkan karena mereka percaya mereka memajukan hubungan antara Muslim dan non-Muslim. Ini angka yang cukup besar dan mencerminkan perubahan itu,” katanya.

 

Studi ini menemukan bahwa sejumlah besar masjid terlibat dalam upaya lintas agama yang dirancang untuk membangun ikatan antara komunitas Muslim dan anggota kelompok agama lain. Laporan itu juga mencatat 67 persen masjid di Amerika Serikat memiliki perempuan yang bertugas di dewan mereka. 

 

Ini menandai peningkatan yang patut dicatat dari edisi-edisi laporan sebelumnya yang menemukan bahwa hanya 50 persen masjid yang memiliki anggota dewan perempuan pada 2000 dan 59 persen pada 2010.

 

“Masjid Amerika lebih terintegrasi dari perspektif gender daripada masjid di tempat lain, seperti tidak memiliki pemisah antara area di mana muslim dan muslimah sholat dan tetapi masjid-masjid ini akan berpendapat bahwa praktik ini bukan inovasi melainkan kembali ke praktik yang berakar pada praktik Muslim paling awal,” kata Bagby.

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement