Menurut Bagby, masjid Hanafi dan Syafi'i adalah yang paling umum di Amerika. Namun, lanjutnya, masjid-masjid yang mengikuti mazhab Maliki sedang meningkat, karena migrasi baru-baru ini dari Afrika dan karena banyak mualaf Amerika tertarik pada interpretasi yang lebih fleksibel dari sejumlah praktik Islam.
Dalam praktik Islam tradisional, individu dapat memadukan tradisi sampai batas tertentu, tetapi dalam beberapa generasi terakhir, karena masjid telah berubah menjadi lembaga negara di banyak negara mayoritas Muslim, kepatuhan terhadap mazhab tertentu menjadi lebih ketat.
Di Amerika, sejumlah faktor kemungkinan telah memengaruhi praktik masjid. Laporan baru mencatat khususnya keterlibatan dalam politik serta peningkatan penggunaan bahasa Inggris dalam kehidupan sehari-hari dan praktik masyarakat.
Dalam survei institut tahun 2000, 53 persen masjid Amerika menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa utama untuk khutbah jumah; yang dibandingkan dengan 72 persen hari ini. Laporan itu juga mencatat 51 persen dari masjid yang disurvei menjadi tuan rumah seorang politisi untuk kunjungan atau pembicaraan.
Menurut Bagby, ini adalah tingkat keterlibatan politik yang lebih tinggi daripada gereja-gereja Kristen,
“Sejumlah besar masjid mendukung upaya seperti ini bukan karena alasan politik, melainkan karena mereka percaya mereka memajukan hubungan antara Muslim dan non-Muslim. Ini angka yang cukup besar dan mencerminkan perubahan itu,” katanya.
Studi ini menemukan bahwa sejumlah besar masjid terlibat dalam upaya lintas agama yang dirancang untuk membangun ikatan antara komunitas Muslim dan anggota kelompok agama lain. Laporan itu juga mencatat 67 persen masjid di Amerika Serikat memiliki perempuan yang bertugas di dewan mereka.
Ini menandai peningkatan yang patut dicatat dari edisi-edisi laporan sebelumnya yang menemukan bahwa hanya 50 persen masjid yang memiliki anggota dewan perempuan pada 2000 dan 59 persen pada 2010.
“Masjid Amerika lebih terintegrasi dari perspektif gender daripada masjid di tempat lain, seperti tidak memiliki pemisah antara area di mana muslim dan muslimah sholat dan tetapi masjid-masjid ini akan berpendapat bahwa praktik ini bukan inovasi melainkan kembali ke praktik yang berakar pada praktik Muslim paling awal,” kata Bagby.