IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Nabi Ibrahim tidak mewasiatkan perkara dunia kepada anak keturunannya, tetapi ia mewariskan agar keturunannya tunduk patuh kepada Allah SWT. Wasiat Nabi Ibrahim kepada keturunannya diabadikan dalam Surah Al-Baqarah ayat 132.
"Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub."
Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan, ayat tersebut menggambarkan bahwa Ibrahim mewasiatkan agama yang mengajarkan tunduk patuh kepada Allah ini kepada anak-anaknya. Damir yang terkandung di dalam lafaz "biha" kembali kepada ucapan Nabi Ibrahim yang disebutkan oleh firman selanjutnya, yaitu: Ibrahim menjawab.
"Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam.” (Al-Baqarah: 131)
Demikian itu karena keteguhan mereka dan kecintaan mereka kepada agama ini. Mereka tetap berpegang teguh kepadanya hingga meninggal dunia. Bahkan sebelum itu mereka mewasiatkan kepada anak-anaknya agar berpegang teguh kepada agama ini sesudah mereka.
Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: Dan (Ibrahim) menjadikan kalimat tauhid ini kalimat yang kekal pada keturunannya. (Az-Zukhruf: 28)
Sebagian ulama Salaf membaca lafaz Ya'qub dengan bacaan nasab yakni Ya'quba karena di-'ataf-kan kepada lafaz banihi, seakan-akan Ibrahim mewasiatkannya kepada anak-anaknya, juga kepada cucunya (yaitu Ya'qub ibnu Ishaq) yang pada saat itu memang Ya'qub menghadirinya.
Imam Qusyairi menurut apa yang diriwayatkan oleh Imam Qurtubi darinya menduga bahwa Ya'qub hanya dilahirkan sesudah Nabi Ibrahim wafat. Akan tetapi, pendapat ini memerlukan dalil yang sahih. Menurut pendapat yang kuat hanya Allah yang mengetahuinya Ishaq mempunyai anak Ya'qub sewaktu Nabi Ibrahim dan Sarah masih hidup, karena berita gembira yang disebutkan pada ayat berikut ditujukan kepada keduanya (Nabi Ibrahim dan Siti Sarah), yaitu firman-Nya.
"Maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishaq dan sesudah Ishaq (lahir pula) Ya'qub. (Hud: 71)
Ya'qub dapat pula dibaca nasab, yakni Ya'quba, atas dasar mencabut huruf khafad. Sekiranya Ya'qub masih belum lahir di masa keduanya masih hidup, niscaya penyebutan Ya'qub di antara anak-anak Ishaq tidak mempunyai faedah yang berarti. Lagi pula karena Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman di dalam surat Al-'Ankabut, yaitu:
"Dan Kami anugerahkan kepada Ibrahim, Ishaq dan Ya'qub, dan Kami jadikan kenabian dan Al-Kitab pada keturunannya. (Al-'Ankabut: 27) hingga akhir ayat.
Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman di dalam ayat yang lain, yaitu:
"Dan kami telah memberikan kepadanya (Ibrahim) Ishaq dan Ya'qub sebagai suatu anugerah (dari Kami). (Al-Anbiya: 72)
Hal ini semua menunjukkan bahwa Nabi Ya'qub memang telah ada semasa Nabi Ibrahim 'alaihissalam masih hidup. Dan sesungguhnya Nabi Ibrahimlah yang mula-mula membangun Baitul Maqdis, seperti yang disebutkan oleh kitab-kitab terdahulu. Di dalam kitab Sahihain telah disebutkan sebuah hadis melalui Abu Zar Radhiyallahu Anhu yang menceritakannya:
Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, masjid manakah yang mula-mula dibangun di muka bumi? Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam menjawab, "Masjidil Haram" Aku bertanya, "Kemudian masjid mana lagi?" Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam menjawab, "Baitul Maqdis." Aku bertanya, "Berapa lamakah jarak di antara keduanya? Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam menjawab, "Empat puluh tahun," hingga akhir hadis.
Ibnu Hibban menduga bahwa jarak masa antara Nabi Sulaiman yang menurutnya dialah yang membangun Baitul Maqdis, padahal kenyataannya dia hanya merenovasi dan memperbaharuinya sesudah mengalami banyak kerusakan, lalu dia menghiasinya dengan berbagai macam hiasan dengan Nabi Ibrahim adalah empat puluh tahun. Pendapat ini merupakan salah satu pendapat Ibnu Hibban yang menjadi bumerang baginya, karena sesungguhnya jarak di antara Nabi Ibrahim dan Nabi Sulaiman lebih dari ribuan tahun.
Lagi pula sesungguhnya wasiat Ya'qub kepada anak-anaknya akan disebutkan dalam ayat berikutnya. Hal ini menunjukkan bahwa Ya'qub adalah termasuk orang yang berwasiat (bukan orang yang menerima wasiat. Dengan kata lain, bacaan rafa'-lah yang lebih kuat, yaitu Ya'qubu).