Senin 09 Aug 2021 14:55 WIB

Larangan Berburu di Tanah Haram

Larangan Berburu di Tanah Haram

Rep: Ali/ Red: Muhammad Hafil
 Larangan Berburu di Tanah Haram. Foto:   Tafsir Al Azhar Buya Hamka
Foto: google,com
Larangan Berburu di Tanah Haram. Foto: Tafsir Al Azhar Buya Hamka

IHRAM.CO.ID,JAKARTA--Haji mempunyai peraturan dan batas-batas tertentu, yang wajib jamaah penuhi. Dalam ibadah banyak peraturan yang tidak boleh dilanggar  batasan-batasan.

 

 Prof Buya Hamka dalam tanfsirnya Al-Azhar menguraikan larangan yang tak boleh dilanggar jamaah haji di antaranya berburu.  Berburu dilarang di wilayah tanah haram apalagi ketika dalam keadaan ihram, baik untuk haji maupun umroh.

"Meskipun telah selesaimengerjakan Umrah atau Haji, tidak lagi dalam suasana berihram, maka haram juga berburu dalam lingkungan tanah itu," katanya

Binatang yang dilarang diburu ialah binatang liar yang telah ditentukan, seperti kambing hutan, rusa, kijang dan ayam hutan selama ia masih di wilayah tamah haram. Wilayah ini dikenal dengan Kota Rasulullah, yaitu kota Madinatul Munawwarah, juga sebagai Tanah Haram.

"Meskipun di dalam kota Madinah kita tidak mengerjakan Haji, tetapi bila kita masuk dalam lingkungan kota itu, kitapun haram pula berburu binatang buruan," katanya.

Menurut Hadis-hadis yang dirawikan oleh Bukhari dari pada Anas bin Malik, Rasulullah pernah menyatakan bahwa kota Madinahitupun menjadi Tanah Haram.

Dari Anas ra. dari Nabi SAW. beliau berkata: Madinah adalah Tanah Haram, dari bata sana ke batas sana. Pohonnya tidak boleh dipotong, dan tidak boleh diperbuat pekerjaan apa-apa di sana. Barang siapa yang berbuat, maka ke atasnya aka menimpa kutuk Allah dan kutuk Malaikat dan kutuk manusia sekalianya."

Prof Buya Hamka mengatakan, pekerjaan yang dimaksud di sini ialah berburu binatang buruan."sesungguh nya Allah menghukumkan apa yang Dia kehendaki." (ujung ayat 1 Al-Maidah). Yaitu bahwasanya Allah sendirilah yang menentukan bahwa menurut kehendak Allah mengharamkan.

"Mana yang Allah pandang patut diharamkan dan menghalalkan mana yang dipandang-Nya patut dihalalkan.

Sebab Dialah sumber hukum yang mutlak tidak boleh dibantah lagi," katanya. Sesuaidengan pangkal ayat, yaitu bahwa orang yang Mu'min telah terikat janji dengan Allah, yaitu akan patuh menuruti perintah, maka tidak ada jalan lain bagi seorang Mu'min hanyalah menerima benih segala ketentuan hukum itu. Dan percaya bila Allah mengadakan suatu peraturan halal atau haram, percayalah bahwa barang yang dihalalkan Allah adalah barang yang baik. 

"Dan bila Allah mengharamkan percayalah bahwa yang Dia haramkan itu pastilah yang buruk, keji dan najis. Baik mengenai jasmani ataupun mengenai rohani," katanya.

Hal ini ada dijelaskan Allah di dalam Surat 7, al-A'raf, ayat 157. Bahkan di dalam ayat itu dijelaskan lagi bahwa penentuan halal dan haram selalu ada sangkut-pautnya dengan pembebasan jiwa dari ikatan yang selain Allah.

"Supaya langsung berhubungan dengan Allah dan bebas dari belenggu perbudakan lahir dan batin," katanya.

Di dalam surat itu pun kata Prof Hamka  dijelaskan bahwa penentuan menghalalkan yang baik dan mengharamkan yang keji bukan saja menjadi isi Alquran, bahkan menjadi isijuga daripada Taurat dan lnjil.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement