Jumat 20 Aug 2021 23:23 WIB

KH Saleh Lateng, Pejuang Dai dari Blambangan (II)

Oleh guru-gurunya, dirinya dipandang sebagai seorang santri teladan.

Rep: Muhyiddin/ Red: Agung Sasongko
Ilustrasi Pesantren
Foto: Republika/ Wihdan
Ilustrasi Pesantren

IHRAM.CO.ID, Saleh Lateng kecil telah menerima asupan ilmu-ilmu agama Islam dari kedua orang tuanya. Ia mengaji kepada ayahnya. Tumbuh besar dalam ling kungan pesantren menempa priba dinya dengan penuh disiplin dan ketekunan. Oleh guru-gurunya, dirinya dipandang sebagai seorang santri teladan.

Baca Sebelumnya: KH Saleh Lateng, Pejuang Dai dari Blambangan bagian pertama

Baca Juga

Saat berusia 15 tahun, Saleh nyantri di Pondok Pesantren Kebondalem, Surabaya. Lembaga itu diasuh Kiai Mas Ahmad. Tak lama kemudian, Saleh melanjutkan pencarian ilmunya ke Madura, tepatnya di pesantren asuhan Syaikhona Kholil Bangkalan, seorang ulama besar yang dikenal melahirkan ulama-ulama Nusantara.

Di Bangkalan, Saleh menjadi pelayan (khodim) Kiai Kholil. Selama mengabdi dan belajar kepadanya, pemuda ini mendapatkan begitu banyak ilmu dan nasihat. Semuanya menjadi bekal berharga yang sangat berfaedah, khususnya di kemudian hari ketika dirinya mulai berdakwah di Banyuwangi.

Kiai Kholil pun menaruh rasa sayang kepadanya. Dalam pandangan gurunya itu, Saleh mudah menyerap ilmu-ilmu, seperti saripati kitab Alfiyah karya Ibnu Malik. Untuk menambah khazanah keilmuannya, dirinya pun belajar ke luar daerah. Sebagai contoh, di Jembrana, Bali, ia menuntut ilmu kepada Tuan Guru Muhammad Said.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement