IHRAM.CO.ID, -- Oleh: Ridwan Saidi, Sejarawa dan Budayawan Betawi.
Bioskop Astoria di Pintu Air putar film Bill Haley "Rock Around the Clock" selama berbulan-bulan pada th 1957. Umat Islam marah lalu bikin rapat akbar di Taman Wijaya Kusuma yang dulunya Wilhelmina Park. Kini mesjid Istiqlal. Posisinya berseberangan dengan bioskop Astoria.
Sebagai pembicara tunggal dalam rapat akbar itu Kyai Isa Anshari. Beliau putra Minang yang tokoh Masyumi juga Ketua Persatuan Islam. Kyai Isa juga pendiri dan pemred majalah Daulah Islamyah. Kyai Isa dalam pidatonya serang pemutaran film itu di bioskop bersejarah karen pemborong bangunannya Biro Arsitek Ir Sukarno.
Berdasar penuturan KH Saifudin Zuhri pada saya, biro arsitek yang didirikan Bung Karno ini domisili Bandung, dan Abikusno Tjokrosuyoso juga ikut.
Kata Kyai Isa dalam pidato: Jarak bioskop ini dengan Istana beberapa ratus meter saja. Jangan putar film semacam ini di bioskop ini.
Tahun 1967 aku ke Bandung karena ada acara HMI yang akan dihadiri Kyai Isa. Kyai Isa datang di acara memaksakan diri karena dalam keadaan sakit. Aku duduk dekat Kyai Isa, beliau cuma senyum dan bisiki aku, saya kena diabetes.
Pada tahun 1980-an aku banyak menulis di majalah Panji Masyarakat pimpinan Buya Hamka. Suatu hari Buya berkata padaku, "Penulis-penulis angkatan Buya seperti Kyai Isa, tengoklah ada ruh dalam tulisannya. Buya senang baca tulisan kamu Ridwan, usahakan tulisanmu ada ruhnya."
Pemimpin di era itu dari kalangan mana pun behaviour-nya mendidik. Perhatikan pidato Kyai Isa, betapa pun mencerminkan loyalitasnya pada Negara.
Kembali pada Biro Arsitek Ir Soekarno, fakta ini memberi pelajaran pada kita tentang kemandirian pemimpin jaman lampau. Biro Arsitek ini didirikan sekembalinya BK dari buangan Endeh. Tak begitu lama di Bandung dengan kesibukan Biro Arsiteknya dan aktivitas politik, Soekarno (BK) dibuang lagi ke Bengkulu.
Di Bengkulu BK bertemu Fatmawati. Jelang kedatangan Jepang, pada bulan Februari 1942 Bung Karno dibebaskan. BK tak mau kembali ke Bandung, mau ke Jakarta saja, tapi tak ada tempat tinggal. Di adegan ini masuk dongeng, katanya Sukarno menumpang nginep di sebuah rumah di Kwitang. Dalam sejarah selalu saja gerakan dongeng lebih gesit dari fakta, dan didongengkan dengan berapi-api atau diapi-apikan.
Bu Fat minta BK tinggal di rumah famili Bu Fat di Jakarta, BK menolak. Tiba-tiba muncul pengusaha Martak yang hibahkan rumah miliknya pada Bung Karno. BK kembali ke Jakarta dan langsung diam di Jl Pegangsaan Timur 17, rumah hibah dari Martak.
Setelah menikah dengan Ibu Fat mereka diam di rumah ini sampai tahun 1952. Tahun itu BK dan keluarga pindah tinggal di Istana. Dalam sejarah, Presiden Sukarno satu-satunya Presiden Indonesia yang berdiam di Istana. Dan dalam sejarah, tidak ada bukti BK nginep di rumah orang lain di Jakarta.