Di madrasah inilah ia membekali generasi muda dengan ilmu agama Islam. Kiai Mustofa terlibat dalam kepengurusan Syarikat Islam dari 1916 sampai 1940. Melalui SI, ia bersama pengikutnya selalu menentang setiap kebijakan yang dibuat Belanda. Dengan sikap yang tegas dan keras itu, ia pun harus keluar masuk penjara sebanyak 14 kali.
Karena itu, Bung Karno menjuluki Kiai Mustofa Kamil sebagai Kiai Jerajak. Sebab, seringnya sang alim masuk-keluar penjara pada zaman kolonial. Hal ini disampaikan sang Penyambung Lidah Rakyat kepada seorang wartawati Amerika Serikat, Cindy Adams, yang juga penulis otobiografinya.
Ada di antara pejuang kita yang selalu keluar masuk bui secara tetap. Seorang pemimpin asal Garut (Kiai Mustofa). Dia sudah masuk 14 kali. Pem besar di sana menamakannya sebagai pengacau, kata Bung Karno sebagaimana dilaporkan Cindy.
Tentu, cap pengacau itu dalam perspektif kolonial. Namun bagi Bung Karno dan seluruh rakyat Indonesia, mubaligh tersebut adalah seorang pejuang sejati. Pemerintah Belanda memang selalu mengawasi dan mencurigai gerak-gerik Kiai Mustofa.
Bagaimanapun kerasnya tekanan dari rezim kolonial, ia merasa lebih baik mati daripada harga diri bangsa Indonesia diinjak-injak para penjajah. Sikapnya ini menunjukkan bahwa dirinya benarbenar seorang ulama-pejuang yang gigih dalam merebut kemerdekaan.