IHRAM.CO.ID, WASHINGTON – Tragedi 11 September atau 9/11 meninggalkan luka bagi penduduk AS. Tak hanya berdampak pada keluarga korban tapi juga Muslim AS. Hidup diiringi diskriminasi dan kejahatan rasial menjadi hal yang biasa bagi komunitas Muslim AS. Kini, generasi muda AS hidup di bawah bayang 9/11.
Aissasta Ba (20 tahun) terus mendapat kebencian sejak pindah ke AS. Kalimat “Kembalilah ke negara Anda” sering ia dapatkan. Ba telah melaporkan kejadian itu kepada pihak berwenang tapi mereka tidak pernah melacak pelakunya.
Masa sekolah Ba diisi dengan hujatan rasial dari teman sekolahnya. “Ada teman saya yang mengatakan ‘Allahu Akbar’ lalu melemparkan ranselnya yang berpura-pura itu bom sementara teman saya yang lain menanyakan mengapa saya bisa menganut agama teroris,” kata Ba.
Ibu Ba, Zeinebou mengaku telah menganggap perlakuan itu menjadi hal yang biasa setelah serangan 9/11. Keluarga Ba bermigrasi ke Chicago pada tahun 1999. Peristiwa 9/11 yang menewaskan 3.000 orang menyebabkan Muslim menjadi sasaran kebencian.
Beberapa Muslim di AS menganggap kehidupan mereka memiliki dua babak yang berbeda. Yakni, sebelum dua pesawat menabrak World Trade Center dan setelah kejadian itu. Seperti banyak Muslim Amerika, keluarga Ba sangat menyadari bagaimana 9/11 mengubah suasana di sekitar mereka.
“Sebelumnya, kamu seperti orang biasa, seperti orang lain. Kemudian setelah 9/11, Anda keluar dan orang-orang melihat Anda seperti Anda seorang teroris,” ujar dia.
Salma Nasoordeen (22 tahun), mengatakan pasca 9/11 Islamofobia melonjak yang menciptakan lingkungan yang keras bagi generasi muda Muslim. Pada tahun 2001, hampir 500 insiden kejahatan kebencian anti-Muslim didokumentasikan di AS, naik dari 28 tahun sebelumnya. Jumlah tersebut tidak pernah kembali ke level sebelum 9/11.
“Jika itu penembak kulit putih, masyarakat menyebut kondisi orang itu tidak stabil secara mental. Jika itu penembak coklat atau seseorang yang Muslim, mereka secara otomatis dicap sebagai teroris,” kata Profesor Sosiologi di Cal State Long Beach, Sabrina Alimahomed.
Salah seorang anak muda Muslim yang lahir di California, Mira Tarabeine, mengatakan dia tidak pernah memahami saat dia pertama kali pindah ke AS mengapa Islam dicap buruk. Saat serangan 9/11, ia baru berumur satu tahun dan keluarganya pindah ke AS pada tahun 2012.
Semuanya terasa sangat kejam karena dampak terorisme terhadap keluarganya. Pada tahun 2005, tim pembom bunuh diri Al Qaeda menyerang hotel di Yordania, termasuk hotel di mana nenek Tarabeine dan anggota keluarga lainnya menghadiri pernikahan. Ayah tiri dan saudara tiri ibunya meninggal dalam serangan itu.
“Arab dan Muslim cenderung menjadi korban teroris,” kata Tarabeine. Selama beberapa dekade, generasi muda Muslim Amerika telah hidup melalui serangan teroris dan menyaksikan seluruh agama mengutuk kekerasan ekstremis setiap saat. Mereka mengalami kebijakan diskriminasi rasial seperti larangan terhadap pengunjung dan imiran dari beberapa negara yang sebagian besar penduduknya Muslim di bawah pemerintahan Eks Presiden Donlad Trump.
Selain itu, bagi banyak wanita Muslim berljibab kerap menjadi target serangan rasial karena penampilan visualnya yang lebih mencolok. Kerap kali, orang-orang melihatnya dengan tatapan aneh. Hal itu yang dirasakan oleh Nashawati.
“Ketika saya berjalan di luar dan saya melihat sekelompok orang menatap saya, saya seperti, mengapa mereka menatap? Seperti, apa yang saya lakukan?” ucap dia.
Dilansir Los Angeles Times, Kamis (9/9), setahun yang lalu, Nashawati sedang bersepeda dengan seorang teman ketika dia secara tidak sengaja terlalu dekat dengan wanita lain di jalan. Dia meminta maaf tapi wanita itu menatapnya sebentar lalu mengatakan “Kembalilah ke negaramu, kamu teroris.” Teman Nashawati yang juga Muslim mengutuk wanita itu. Nashawati berterima kasih atas dukungannya tapi khawatir tindakan itu akan berdampak buruk pada Islam.
Hanae Bentchich (21 tahun), menyebut seharusnya orang-orang sudah mulai mengubah pandangan buruk terhadap Muslim dan tidak dilimpahkan pada generasi muda. “Saya tidak akan meremehkan apa yang terjadi pada 9/11. Namun, dampak itu jangan ditimpakan pada kami. Kita harus menanggungnya seumur hidup kita,” kata dia.