Hampir tidak ada orang di pesawat, sekitar 10 orang dan mungkin lebih banyak staf daripada penumpang," kata seorang jurnalis kantor berita AFP di dalam penerbangan dari Islamabad, Senin.
Bisakah Taliban memastikan bandara Kabul aman untuk terbang? Tidak segera jelas apakah penerbangan PIA diklasifikasikan sebagai penerbangan komersial reguler atau charter komersial khusus. Seorang juru bicara PIA mengatakan pada akhir pekan bahwa maskapai itu ingin melanjutkan layanan komersial reguler, tetapi terlalu dini untuk mengatakan seberapa sering penerbangan antara kedua ibu kota akan beroperasi.
“Ini adalah momen yang luar biasa bagi saya setelah sekian lama sejak perubahan pendirian di Kabul,” kata Jawad Zafar, kepala operasi di PIA, kepada AFP, Senin (13/9).
Bandara Kabul rusak parah selama evakuasi kacau lebih dari 120.000 orang yang berakhir dengan penarikan pasukan AS pada 30 Agustus. Aula penumpang, jembatan udara dan infrastruktur teknis rusak parah pada hari-hari setelah Taliban masuk ke Kabul pada 15 Agustus. Kala itu ribuan orang menyerbu bandara dengan harapan melarikan diri.
Taliban telah berjuang untuk membuat bandara beroperasi kembali dengan bantuan teknis dari Qatar dan negara-negara lain. Dimulainya kembali penerbangan komersial akan menjadi ujian utama bagi kelompok tersebut, yang telah berulang kali berjanji untuk mengizinkan warga Afghanistan dengan dokumen yang tepat untuk meninggalkan negara itu dengan bebas.
Qatar Airways mengoperasikan beberapa penerbangan charter dari Kabul pekan lalu, membawa sebagian besar orang asing dan warga Afghanistan yang ketinggalan evakuasi. Sebuah maskapai penerbangan Afghanistan melanjutkan layanan domestik pada 3 September.
'Saya sedang dievakuasi'
Jet PIA melakukan penerbangan kembali ke Islamabad tak lama setelah mendarat di Kabul pada hari Senin. Sekitar 70 orang berada dalam penerbangan ke ibu kota Pakistan. Sebagian besar warga Afghanistan yang merupakan kerabat staf organisasi internasional seperti Bank Dunia menurut staf darat bandara.
“Saya sedang dievakuasi. Tujuan akhir saya adalah Tajikistan,” kata seorang pengungsi Bank Dunia berusia 35 tahun, yang tidak mau menyebutkan namanya.