Senin 20 Sep 2021 18:38 WIB

AGH Muhammad Thahir Lapeo Sang Pembaru di Mandar (I)

Imam Lapeo itu kerap menyambangi berbagai daerah di wilayah Balanipa.

Rep: Muhyiddin/ Red: Agung Sasongko
Kondisi bangunan Masjid Syuhada pascabencana gempa bumi di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat, Selasa (19/1/2021). Sejumlah tempat ibadah rusak berat akibat gempa bumi berkekuatan magnitudo 6,2 di Sulawesi Barat.
Foto:

Sering kali, penduduk yang menerima dakwah Imam Lapeo berubah sikapnya. Mereka dahulu cenderung pada kemusyrikan, sesudah dinasihati sang alim kemudian bertobat. 

Tidak lagi orang-orang itu memberikan sesajen kepada roh halus atau mengeramatkan tempat-tempat tertentu. Anak-anak muda pun tertarik pada tausiyahnya. Mereka perlahan-lahan meninggalkan kebiasaan bermaksiat. Lokasi-lokasi perjudian, mabuk- mabukan, atau bahkan perzinahan mulai sepi ditinggalkan para remaja.

Imam Lapeo mengajak masyarakat Mandar untuk menerapkan Islam secara menyeluruh (kaffah). Caranya dilakukan secara bijak sana, tanpa paksaan. Orang-orang pun merasa diingatkan, alih-alih digurui. Mereka tersadar akan kekeliruannya selama ini sehingga berkomitmen untuk menjadi Muslim yang taat.

Setiap masyarakat kampung yang didatanginya dianjurkan agar mereka membangun masjid atau mushala. Bangunan itu difungsikan tidak hanya sebagai tempat ibadah, melainkan juga pusat pendidikan agama.

Ia juga membangun masjid di Lapeo. Majelis ilmu yang digelarnya di sana diikuti banyak jamaah. Murid-muridnya berasal dari pelbagai daerah, termasuk kawasan pelosok Sulawesi.

Pada akhirnya, anak didiknya itu tumbuh menjadi dai-dai yang tangguh. Melalui kerja kerasnya, pembaruan Islam pun menggema ke seantero Tanah Mandar.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement