IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Setiap hari, lima kali sehari, jutaan Muslim di seluruh dunia menunaikan shalat yang umumnya dilakukan di atas sajadah. Saat ini, seniman Muslim kontemporer yang tinggal di Amerika dan Eropa, membalikkan kosakata dekoratif tradisional sajadah menjadi upaya untuk menumbuhkan pemahaman tentang agama yang sering disalahpahami.
Seniman Muslim kontemporer yang dimaksud, di antaranya Saks Afridi, Baseera Khan, Abdullah MI Syed, Zoulikha Bouabdellah, Samira Idroos, Hamra Abbas, Mounir Fatmi, dan Anusheh Zia. Para seniman ini dengan gesit menegosiasikan yang sakral dan profan, mencabut sajadah dari tradisi Oriental dan masuk ke dalam teori dekolonial dengan memasukkan unsur-unsur budaya kontemporer seperti UFO, sepatu kets, dan lirik hip-hop dan menggunakan bahan-bahan yang tidak konvensional.
Selain sajadah, karpet juga menjadi media mereka untuk melestarikan keahlian, menantang kapitalisme, penyensoran, dan patriarki, dan di atas segalanya, dengan kuat menanamkan akar mereka di Timur dan Barat. "Semakin dalam saya mendalami pekerjaan ini, saya merasa semakin dekat dengan Tuhan. Saya melihat pekerjaan ini adalah bentuk doa," kata Saks Afridi, seniman multidisiplin berbasis di New York yang menguji batas fisik karpet.
Afridi bekerja sama dengan para penenun Pashtun generasi ketiga dari tanah airnya di Pakistan untuk memproduksi karpetnya, sebuah proses yang memakan waktu hingga sembilan bulan. "Semua orang tahu bagaimana rasanya menjadi orang asing," kata Afridi, mengacu pada pilihan citra makhluk luar angkasa dan penerimaan positif dan rasa ingin tahu terhadap karyanya oleh penduduk desa.