IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyelenggarakan kegiatan Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, pada 25-26 September 2021. Dalam forum tertinggi kedua setelah Muktamar NU ini, para kiai dan ulama juga akan mengkaji sedikitnya tiga persoalan hukum di Indonesia.
Ketiga persoalan tersebut antara lain meliputi telaah atas Undang-Undang Nomor 1/PNPS/1965 tentang Penodaan Agama, Pajak Karbon dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan Umum Perpajakan (KUP), serta RUU Larangan Minuman Beralkohol. Ketiganya masuk pembahasan Komisi Bahtsul Masail Qanuniyah yang memang fokus membahas topik terkait perundang-undangan.
Terkait telaah atas UU 1/PNPS/1945, forum akan mendiskusikan dan merekomendasikan terkait definisi dan maksud klausul-klausul penting dalam undang-undang tersebut, antara lain "penodaan agama", "pokok-pokok agama", dan "penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok agama".
Forum juga bakal menyorot tentang siapa yang memiliki otoritas untuk menentukan penodaan agama telah terjadi mengingat masing-masing ahli agama boleh jadi berbeda pendapat. Dalam Putusan No. 140/PUU-VII2009, MK telah menyatakan perlunya revisi terhadap UU Pencegahan Penodaan Agama agar memiliki unsur-unsur materil yang lebih jelas sehingga tidak menimbulkan kesalahan penafsiran.
"Sayangnya, rekomendasi MK untuk merevisi UU ini belum direspons baik oleh pemerintah maupun legislatif. Oleh karena itulah, maka pembahasan tentang tentang UU Penistaan/Penodaan Agama menjadi amat penting dilakukan untuk dapat memberikan rekomendasi penyelesaian masalah tersebut," ujar Ketua Komisi BM Qanuniyyah KH Najib Hasan dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Jumat (24/9).
Pembahasan pajak karbon berkaitan langsung dengan upaya Pemerintah mengajukan RUU Perubahan Kelima UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang di dalamnya terdapat klausul soal pajak karbon (Pasal 44G RUU KUP). Pajak karbon merupakan pajak yang dikenakan pada bahan bakar fosil.
Sederhananya, penerapan pajak karbon akan mengenakan pajak dari penggunaan bahan bakar ini. Pajak ini bertujuan dan merupakan komitmen pemerintah untuk mengurangi emisi karbon dioksida dan gas rumah kaca lainnya sebagai upaya untuk mengatasi pemanasan global.
Forum Munas Alim Ulama akan membahas soal pandangan fiqih tentang pajak dan perdagangan karbon, efektifitas aturan pajak dan perdagangan karbon dalam mengatasi dampak perubahan iklim dan kemasukan negara, serta dampak pajak karbon bagi perusahaan dan masyarakat yang akan menjadi objek pajak.
Perihal RUU Larangan Minuman Beralkohol, secara formal forum Munas Alim Ulama berangkat dari dua landasan sekaligus, yakni yuridis konstitusional dan fiqih. Seperti diungkap dalam draf Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2021, ada beberapa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan minuman beralkohol, seperti UU 5/1984 tentang Perindustrian, UU 25/2007 tentang Penanaman Modal, UU 36/2009 tentang Kesehatan, UU 18/2012 tentang Pangan, Keputusan Presiden 3/1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol, dan UU 39/2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.
Rencananya, NU akan mendorong Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah agar segera menetapkan undang-undang tentang pelarangan minuman beralkohol. Diharapkan, dengan disahkannya RUU Larangan Minuman Beralkohol, aspek produksi, distribusi, dan konsumsi menjadi lebih terkendali.
PBNU menyelenggarakan kegiatan Munas Alim Ulama dan Konbes NU kali ini secara luring terbatas. Sesuai dengan keadaan pandemi Covid-19, PBNU beradaptasi untuk tetap melakukan acara tersebut, dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat.