Ahad 03 Oct 2021 18:29 WIB

Israel Tutup Akses ke Masjid Al Aqsa, OKI: Pelanggaran Nyata

OKI menilai penutupan akes ke Al Aqsa upaya uba identitas historis

Rep: Dea Alvi Soraya/ Imas Damayanti/ Red: Nashih Nashrullah
OKI menilai penutupan akes ke Al Aqsa upaya uba identitas historis. Polisi Israel di Masjid Al Aqsa
Foto: AP/Mahmoud Illean
OKI menilai penutupan akes ke Al Aqsa upaya uba identitas historis. Polisi Israel di Masjid Al Aqsa

IHRAM.CO.ID, ISTANBUL—Organisasi Kerjasama Islam (OKI), organisasi internasional dengan 57 negara anggota, mengecam tindakan Israel yang menutup akses masuk warga Palestina ke Masjid Al Aqsa. 

OKI menyebut tindakan Israel itu sebagai pelanggaran hak yang nyata dan upaya untuk mengubah identitas historis dan status hukum Yerusalem Timur.   

Baca Juga

Dalam pernyataannya, OKI mengutuk pencegahan Israel terhadap Palestina dari mengakses Masjid Al Aqsa untuk beribadah, dan menyebutnya sebagai pelanggaran terbuka terhadap kebebasan beribadah.

Sebelumnya, orang-orang Yahudi Fanatik memasuki halaman Masjid Al Aqsa di Yerusalem Timur saat pesta Sukkot Yahudi, ditemani polisi Israel, dan mengibarkan bendera Israel di Haram al-Sharif pada 27 September.

Pada kesempatan yang sama, ratusan warga Palestina yang berusaha memasuki Masjid Al- Aqsa untuk sholat subuh dicegah polisi Israel.

Israel juga melakukan pelanggaran dengan membangun sekitar 650 ribu pemukiman Yahudi ilegal di Tepi Barat, termasuk di Yerusalem Timur. 

Secara terpisah, Badan PBB yang membantu pengungsi Palestina menghadapi krisis anggaran eksistensial meminta dana mendesak sebesar 120 juta dolar AS. Hal ini diperlukan guna menjaga pendidikan, perawatan, kesehatan, dan layanan lainnya yang dibutuhkan pengungsi Palestina.

“Kami terus berjuang, mengejar uang tunai. Situasi keuangan adalah ancaman nyata bagi organisasi ini, dan kita tidak boleh meremehkan masalah ini karena dapat memaksa organisasi untuk mengurangi layanan dan berisiko runtuh dengan sangat cepat,” kata Anggota Badan PBB untuk Pengungsi Palestina, Philippe Lazzarini, seperti dilansir di Arab News, Ahad (3/10).

Lazzarini mengungkapkan bahwa krisis keungan ini mempertaruhkan kemampuan agensi untuk mempertahankan 550 ribu anak di sekolah, menyediakan perawatan kesehatan untuk ribuan pengungsi, dan membayar gaji 28 ribu stafnya pada November dan Desember. 

 

Sumber: anadolu

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement