Selasa 05 Oct 2021 12:55 WIB

Kisah Nenek Palestina Jadi Sarjana di Usia 85 Tahun

Satu hal yang menonjol tentang Jihad Battu adalah ketekunannya.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Ani Nursalikah
Kisah Nenek Palestina Jadi Sarjana di Usia 85 Tahun. Jihad Mohammad Abdallah Battu, seorang nenek asal Palestina yang baru-baru ini meraih gelar sarjana di usia 85 tahun. Satu hal yang menonjol tentang Jihad Battu adalah ketekunannya yang tak henti-hentinya.
Foto: Screengrab/ Twitter
Kisah Nenek Palestina Jadi Sarjana di Usia 85 Tahun. Jihad Mohammad Abdallah Battu, seorang nenek asal Palestina yang baru-baru ini meraih gelar sarjana di usia 85 tahun. Satu hal yang menonjol tentang Jihad Battu adalah ketekunannya yang tak henti-hentinya.

REPUBLIKA.CO.ID, PALESTINA -- Usia tidak menjadi penghalang bagi seseorang untuk menempuh dan menyelesaikan studi. Seperti bunyi sebuah hadits "Tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang lahat".

Motivasi demikian tampaknya melekat pada sosok Jihad Mohammad Abdallah Battu, seorang nenek asal Palestina yang baru-baru ini meraih gelar sarjana di usia 85 tahun. Satu hal yang menonjol tentang Jihad Battu adalah ketekunannya yang tak henti-hentinya.

Baca Juga

Pekan ini, nenek yang berasal dari al-Mujaydil di Palestina yang diduduki lulus dengan gelar sarjana pada studi Islam dari Universitas Kafr Bara. Sebagai mahasiswa tertua dalam sejarah perguruan tinggi tersebut, kisah Jihad menarik perhatian luas di seluruh platform media sosial. Banyak orang yang membagikan sosoknya.

Namun, kehidupannya yang begitu menginspirasi itu tidak memiliki awal yang mudah. Dengan dimulainya Nakba, pengusiran paksa orang-orang Palestina dari tanah air mereka pada 1948, Jihad bersama ibu dan saudara-saudaranya dipaksa keluar dari desa mereka di al-Mujadil.

Keluarga Battu terpaksa kembali menetap enam kilometer jauhnya di Nazareth. Perjalanan itu penuh dengan bahaya. Pada satu titik, keluarga itu secara ajaib lolos dari kematian ketika mereka selamat dari pengeboman sebuah gua tempat mereka berlindung.

Penggusuran paksa keluarga juga berdampak pada struktur keluarga. Ayah Jihad menolak meninggalkan rumahnya, lebih memilih kemenangan di al-Mujadil atau kematian di tanahnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement