IHRAM.CO.ID, JAKARTA—Jika kita memperhatikan secara seksama manasik haji yang dilalui setiap jamaah, maka kita akan dapatkan setiap niat, langkah, ucapan, dan gerak-geriknya sangat terjaga.
Sejak berniat untuk menunaikan ibadah suci ini terasa ada benteng cahaya iman yang menjaganya untuk tidak mengusik keimanan dengan kemaksiatan.
Misal, kata H Bashran Yusuf, Lc, MA dalam bukunya "Haji dan Bahaya Maksiat", ketika memakai pakaian ihram bagi jamaah laki-laki, tersingkaplah keterbatasan kita sebagai seorang hamba yang lemah, yang akan pulang menghadap kepadaNya dengan sepasang kain kafan. "Nuansa putih dari kain ihram ini semakin menambah keteduhan jiwa seorang tamu Allah," katanya.
Saat meninggalkan kampung halaman menuju Makkah dengan bekal seadanya semakin menegaskan bahwa dunia ini akanditinggalkan dengan segala pahit dan manisnya. Ketika memulai talbiyah setelah melewati miqat serasa hati ini diselimuti sejuta perasaan haru yang membuat sebagian tamu-tamu Allah SWT tak kuasa menahan derai air mata.
"Kalimat talbiyah yang berisi pengesaan jiwa dan hati untuk tunduk dan taat atas setiap titah Allah Dzat Yang Maha-Esa, karena sesungguhnya Dialah pemilik segala pujian atas nikmat yang dikaruniakan kepada semua
makhlukNya, kerajaan langit dan bumi berada dalam genggamanNya," katanya.
Seakan tak ada lagi tempat dalam hati ini kecuali dzikir saja, maksiat terasa lari dari hati sanubari. Hajar Aswad (Batu Hitam), tempat jamaah memulai thawaf menjadi
sarana renungan penting untuk setiap jiwa akan bahaya dosa dan maksiat yang bisa menghitamkan sebuah batu putih yang diturunkan dari surga. Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
نزل الحجر الأسود من الجنة ، وهو أشد بياضا من اللبن ، فسودته خطايا بنى آدم "Hajar Aswad turun dari surga yang (awal kali turunnya) lebih putih dari susu kemudian dosa anak cucu Adam yang menghitamkannya.” (HR Tirmidzi).
Dari Rukun Yamani mulailah bibir ini bermunajat sambil berjalan, kiranya Allah memberikan yang terbaik dalam perkara dunia dan akhirat, serta menjaga dari azab api neraka. Demikianlah tamu Allah ini berpindah dari satu ketaatan kepada ketaatan yang lain.
Gelora iman dan semangat amal saleh dengan kebersamaan yang tinggi menjadikan suasana rohani yang kondusif semakin menyempitkan jalan setan dalam mengelabui anak cucu Adam.
Ibadah haji ibarat madrasah yang mendidik kita hidup dengan aturan dan janji Allah, terlalu berharga jika tidak meninggalkan bibit ketaatan dalam diri, untuk kita semai dan sirami di tanah air, demi kita petik buahnya di surga Allah kelak. "Selamat datang ketaatan! Selamat tinggal kemaksiatan."