IHRAM.CO.ID,JAKARTA – Definisi wakaf secara terminologi telah dijelaskan oleh para ulama, baik ulama-ulama kalangan klasik dan juga kontemporer. Para ulama juga menjelaskannya berdasarkan dalil-dalil yang menyertai.
Abdul Fattah As-Samman dalam buku Harta Nabi menjabarkan bahwa wakaf menurut kalangan ulama Syafiiyah memiliki arti sebagai menahan harta yang dapat dimanfaatkan. Meski begitu barangnya masih tetap dengan cara memutus kepemilikan sang pemilik dan lainnya lalu diperuntukkan dalam kebaikan demi taqarrub kepada Allah SWT.
Syekh Wahbah Az-Zuhaili menjelaskan bahwa wakaf adalah harta yang dapat dimanfaatkan namun barangnya masih tetap. Yakni dengan cara memutus tasharuf wakif dan lainnya untuk dipergunakan dalam perkara yang mubah atau hasilnya dimanfaatkan untuk kebaikan demi taqarrub kepada Allah.
Adapun secara dalil mengenai wakaf, Allah SWT berfirman dalam Alquran Surah Ali Imran ayat 92, Surah Al-Hajj ayat 77, hingga Ali Imran ayat 115. Dalam sebuah hadits riwayat Abu Huraira, Nabi bersabda, “Idza maata Ibnu Adam, inqatha’a anhu amaluhu illa min tsalatsin: shadaqatin jaariyatin aw ilmun yuntafa’u bihi, aw waladin shaalihin yad’uu lahu,”.
Yang artinya, “Apabila anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: (Yakni) shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shaleh yang mendoakan (orang tua)-nya,”.
Secara ijma sahabat, Imam Al-Qurthubi mengatakan, “Sesungguhnya masalah wakaf telah disepakati para sahabat. Abu Bakar, Umar, Usman, Ali Aisyah, Fathimah, Amr bin Al-Ash, Ibnu Az-Zubair, dan Jabir telah mewakafkan harta mereka. Bahkan wakaf-wakaf mereka di Makkah dan Madinah sudah terkenal,”.