IHRAM.CO.ID, LONDON -- Para pengungsi Afghanistan menjerit di hotel-hotel penampungan pengungsi di Inggris. Mereka yang sebelumnya kabur dari penguasa baru Taliban, mengaku ingin kembali pulang ke Afghanistan. Pengakuan mereka ini tentu saja menimbulkan banyak tanda tanya dan menimbulkan keraguan pada program Inggris membantu pengungsi Afghanistan.
Program yang diluncurkan Boris Johnson pada 29 Agustus itu, harusnya membantu pengungsi Afghanistan yang tiba di Inggris dengan memberikan dukungan sehingga mereka dapat membangun kembali kehidupan mereka, mencari pekerjaan, mengejar pendidikan, dan berintegrasi ke dalam komunitas lokal mereka. Namun, yang terjadi justru banyak pengungsi yang mengeluh karena ditahan di dalam hotel selama berbulan-bulan.
Salah seorang dokter yang menolak disebutkan namanya, telah bekerja merawat orang-orang Afghanistan yang baru tiba selama beberapa minggu. Dokter tersebut mengatakan, bahwa banyak para pengungsi yang mengeluh dan meminta untuk bisa kembali ke Afghanistan.
“Saya memiliki beberapa pasien yang memberi tahu saya bahwa mereka ingin pulang. Seorang pria, yang berusia 67 tahun, terus berkata: 'Saya tidak tahan lagi. Saya harus keluar dari kamar (hotel) ini," kata dokter tersebut dilansir dari The Guardian, Rabu (13/10).
"Yang lain berkata: 'Saya hanya ingin kebebasan saya dari hotel.' Saya harus memberinya obat, dan istrinya, karena mereka sangat marah," kata dokter itu menambahkan.
Seorang anggota Dewan Danny Thorpe dari Royal Borough of Greenwich, London tenggara, menggambarkan program pemerintah sebagai kegagalan yang mengejutkan. Menurutnya hal ini terjadi karena kurangnya dukungan pemerintah yang terorganisasi ketika 700 warga Afghanistan tiba di wilayah itu pada Agustus lalu dan tak termaafkan.
"Ini adalah salah satu kegagalan pemerintah yang paling mengejutkan yang pernah saya temui,” katanya.
Thorpe menuduh pejabat pemerintah tidak memberikan dukungan yang cukup atau mengirim pejabat yang cukup ketika ratusan warga Afghanistan awalnya ditempatkan di hotel-hotel di wilayahnya selama 10 hari karantina Covid-19.
"Ada ketidaksesuaian besar antara retorika politisi senior pemerintah dan tindakan mereka untuk mendukung para pengungsi itu," ujarnya.
Sementara itu, Asosiasi Pemerintah Lokal meminta Kementerian Dalam Negeri untuk membenahi data para pengungsi. Karena data yang dikirim ke lokasi berbeda dengan jumlah mereka, hal ini untuk memenuhi kebutuhan mereka.
“Pemerintah perlu terlibat lebih penuh dengan otoritas lokal dan berbagi data reguler tentang jumlah, kebutuhan, dan kekuatan pengungsi Afghanistan dan lainnya yang baru-baru ini dimukimkan kembali,” kata juru bicara LGA.
Jill O'Leary, dokter utama di Yayasan Helen Bamber , yang bekerja dengan 650 klien, mengatakan situasinya kacau dan membingungkan. Bahkan kontraktor di hotel tidak menyadari bahwa mereka berkewajiban membantu warga Afghanistan mendaftar ke dokter umum dan menjelaskan hak mereka.
“Ketika kami mempertimbangkan kebutuhan orang, tampaknya ada titik buta dengan Home Office dalam hal kerentanan,” katanya.
GP Afghanistan menambahkan bahwa awalnya ketika kedatangan warga Afghanistan ditempatkan di hotel, ada ketentuan medis yang "tidak memadai". Dia menggambarkan satu insiden di sebuah hotel di mana dia menemukan seorang anak cacat kekurangan gizi yang belum terdaftar di otoritas medis.
Seorang juru bicara Home Office mengatakan, evakuasi darurat terbesar dan tercepat di Inggris dalam sejarah baru-baru ini membantu lebih dari 15 ribu orang ke tempat yang aman, dan hotel tetap menjadi tindakan sementara untuk membantu mengakomodasi mereka.
“Tujuan kami adalah untuk mendukung semua orang yang dimukimkan kembali di sini untuk membangun kehidupan yang sukses di Inggris, dan itulah sebabnya kami bekerja sepanjang waktu untuk memberikan dukungan menyeluruh kepada keluarga. Ini termasuk bekerja sama dengan otoritas lokal di seluruh Inggris untuk memastikan semua orang yang ditampung sementara di hotel memiliki akses ke perbekalan penting, perawatan kesehatan, pendidikan, dan kredit universal," terangnya.