IHRAM.CO.ID, KHARTOUM -- Kepala Dewan Militer Sudan Jenderal Abdel-Fattah al-Burhan mengumumkan darurat sipil dan membubarkan dewan kedaulatan dan pemerintahan transisi.
Langkah itu dilakukan beberapa jam setelah militer menangkap Perdana Menteri Abdullah Hamdok dan menteri-menteri dalam pemerintahan sipil. "Kami mendeklarasikan keadaan darurat di negara ini, membubarkan Dewan Kedaulatan transisi dan kabinet serta membekukan tugas Komite Pemberdayaan," kata al-Burhan dalam pidato yang disiarkan di televisi.
Al-Burhan juga mengumumkan penangguhan beberapa ketentuan konstitusi yang mengatur transisi politik di Sudan. Menurut Kementerian Informasi Sudan, pasukan militer menangkap Hamdok pada Senin pagi (25/10) setelah dia menolak mendukung "kudeta".
Sampai militer mengambil alih kekuasaan, Sudan dikelola oleh Dewan Berdaulat otoritas militer dan sipil, mengawasi periode transisi hingga pemilihan yang dijadwalkan pada tahun 2023, menurut pakta pembagian kekuasaan antara militer dan koalisi FFC. Al-Burhan menggarisbawahi komitmennya terhadap Perjanjian Damai Juba yang ditandatangani dengan gerakan bersenjata pada Oktober 2020.
Dia mengatakan pemerintahan teknokrat independen akan dibentuk untuk memerintah negara itu hingga pemilu pada Juli 2023. “Kami akan terus berupaya menciptakan suasana penyelenggaraan pemilu,” lanjut dia.
Al-Burhan membela langkahnya yang bertujuan untuk "melindungi" Sudan dari bahaya "hasutan" oleh kekuatan politik untuk menyebabkan kekacauan. “Apa yang sedang dialami negara ini telah menjadi bahaya nyata,” kata panglima militer mengacu pada perpecahan di negara itu.
“Fase transisi akan terus mencapai pemerintahan terpilih, dan angkatan bersenjata bergerak maju dengan transformasi demokrasi,” kata al-Burhan, mencatat bahwa pemuda revolusi di Sudan akan terlibat dalam proses tersebut.
Setelah kudeta militer yang gagal bulan lalu, ketegangan yang mendalam antara militer dan pemerintah sipil meletus di Sudan di tengah protes saingan di ibu kota Khartoum dalam beberapa hari terakhir.