Sabtu 06 Nov 2021 18:45 WIB

Cara Nabi Muhammad Menegakkan Hukum

Penegakan hukum tidak harus dengan kekerasan tapi dengan jiwa besar dan keteladanan

Rasulullah SAW. Ilustrasi
Foto: Republika/Kurnia Fakhrini
Rasulullah SAW. Ilustrasi

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Imam besar Masjid Istiqlal KH Nasaruddin Umar dalam peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) menyampaikan pesan, penegakan hukum tidak harus dengan cara kekerasan, tetapi dengan jiwa besar dan keteladanan.

"Jiwa besar bisa mengalahkan ketegangan," kata KH Nasarudin Umar, dikutip dalam keterangan tertulis Biro Humas, Hukum dan Kerja sama Kemenkumham, yang diterima di Jakarta, Sabtu (6/11).

Dalam ceramahnya, KH Nasaruddin Umar banyak menunjukkan talenta Nabi Muhammad yang layak ditiru oleh seluruh umat manusia, tidak hanya umat Islam. Di antaranya talenta Nabi Muhammad SAW adalah kapasitas sebagai penegak hukum dengan jiwa besar.

Nasaruddin menceritakan ketika itu ada dua orang konglomerat Yahudi yang cemburu melihat pembangunan masjid di Madinah. Mereka, kata Nasaruddin, berniat membangun sinagog sebagai tandingan. Lokasinya tepat di samping masjid yang dibangun. Hal itu melahirkan pergolakan dan kemarahan di kalangan sahabat Nabi.

Para sahabat menilai itu tindakan provokasi dan meminta agar pembangunan sinagog dihentikan tetapi orang Yahudi itu tidak bergeming. Hal ini kemudian diadukan kepada Rasulullah.

"Nabi bertanya, siapa yang punya tanah (tempat sinagog dibangun) itu? Tanahnya mereka ya Rasulullah," kata Nasaruddin mengisahkan.

Mantan Wakil Menteri Agama itu melanjutkan ceritanya, karena secara "de facto" dan "de jure" tanah memang milik kedua orang Yahudi itu, Nabi mempersilakan pembangunan sinagog dilanjutkan.

"Kalau memang itu tanahnya, hak mereka untuk membangun apa saja," lanjut Nasaruddin dalam kisahnya.

Nasaruddin mengambarkan situasi saat peristiwa itu terjadi cukup memanas. Tetapi dengan kelembutannya Nabi Muhammad bisa meredam kemarahan para sahabat. Sebaliknya, dengan keteladanan jiwa besar serta nilai-nilai ajarannya, orang Yahudi itu menjadi kagum.

Pada akhirnya, lanjut Nasaruddin, karena tujuan pembangunan rumah ibadah (masjid dan sinagog) adalah sama yaitu untuk meraih kebahagiaan, kedua orang Yahudi itu menghentikan upaya pembangunan sinagog bahkan menyerahkan lahannya kepada Nabi sebagai perluasan pembangunan masjid.

Nasaruddin mengatakan kelembutan Nabi pada akhirnya membuat orang Yahudi itu luluh. Kondisi itu tidak akan terjadi jika kedua belah pihak saling ngotot.

"Jiwa besar bisa mengalahkan ketegangan. Yahudinya berjiwa besar, Nabi Muhammad juga berjiwa besar," ujar Nasaruddin lebih lanjut.

Imam Besar itu juga menceritakan beragam kisah kepada kepada aparatur sipil negara (ASN) Kemenkumham di Graha Pengayoman, Jakarta, tentang bagaimana Nabi saat itu mampu menciptakan kesadaran hukum terhadap masyarakatnya sehingga aparat hukum tidak perlu mengejar, tetapi pelaku pelanggaran yang menyerahkan diri.

"Ini situasi yang disampaikan kepada kita bahwa Nabi berhasil membangun kesadaran hukum dalam masyarakat sampai pelaku pelanggar hukum itu datang untuk menyerahkan diri. Bukan sembunyi, bukan kabur, bukan lari," terangnya lebih lanjut.

Nasaruddin menyebutkan, kisah Nabi itu memberikan pelajaran kepada kita bahwa kepastian dan kesadaran hukum sangat penting. Penegakan hukum tidak harus dengan cara kekerasan, tetapi dengan jiwa besar dan keteladanan. Menurut Rektor Institut Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur'an itu, potensi kesadaran tersebut sangat mungkin terjadi di Indonesia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement