Hukum Pinjaman Online
Tim materi ijtima ulama ini menjelaskan, pada prinsipnya perbuatan pinjam meminjam atau utang piutang merupakan bentuk akad tabarru’ (kebajikan) atas dasar saling tolong menolong yang dianjurkan sejauh tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
Memberikan penundaan atau keringanan dalam pembayaran utang bagi yang mengalami kesulitan, merupakan perbuatan terpuji yang dianjurkan. Sedangkan sengaja menunda pembayaran utang bagi yang mampu hukumnya haram.
Mengambil keuntungan dari utang piutang, seperti bunga uang hukumnya haram karena termasuk riba. Layanan pinjaman berbasis ribawi baik offline maupun online hukumnya haram, meskipun dilakukan atas dasar kerelaan.
Memberi pinjaman (kredit), meminjam (debit), memfasilitasi atau memberi izin atas layanan pinjaman berbasis bunga baik offline atau online hukumnya haram. Aktifitas mempengarui, membujuk rayu, atau melakukan tipu daya yang menyebabkan orang terjebak pada praktik layanan pinjol hukumnya haram.
Maka, rekomendasinya pemerintah dalam hal ini Kominfo, Kapolri dan OJK hendaknya terus meningkatkan perlindungan dan pengawasan serta menindak tegas penyalahgunaan pinjol atau finansial technologi peer to peer lending (fintech lending) yang meresahkan masyarakat.
Direkomendasikan, pihak penyelenggara pinjol hendaknya menjadikan fatwa MUI sebagai pedoman dalam semua transaksi yang dilakukan. Umat Islam hendaknya memilih jasa layanan keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah.
Tim materi ijtima ulama ini juga mengutip sejumlah ayat Alquran dan hadist yang menjadi dasar penetapan hukum pinjol. Saat ini materi hukum pinjol masih sedang dibahas di sidang komisi dalam Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia ke-VII.