Ahad 14 Nov 2021 15:07 WIB

Saat Kapolri Hoegeng tak Ingin Anaknya Jadi Polisi

Jenderal Hoegeng merupakan seorang polisi melegenda.

Jenderal Polisi Hoegeng Imam Santoso
Foto:

Sebelum masuk pada topik utama, Hoegeng terlebih dahulu mengatakan kepada anaknya tersebut jangan berkomentar atau menyanggah sebelum ia selesai bicara."Dalam hati ku yang paling dalam, jangan ada lagi yang mengikuti jejak saya di angkatan. Cukup saya saja yang merasakan itu semua," kata Hoegeng seperti yang diceritakan ulang oleh anaknya.

Selain itu, Hoegeng juga menjelaskan kenapa ia tidak mengizinkan anaknya bergabung di AKABRI. Hoegeng sama sekali tidak ingin jabatan yang disandangnya sebagai Kapolri, akan memudahkan atau setidaknya memengaruhi anaknya masuk AKABRI.

Selepas menjelaskan panjang lebar alasan ia tidak memberi izin anaknya bergabung di AKABRI, dengan kerendahan hati, Hoegeng berdiri dari kursinya dan menghampiri anaknya sembari meminta maaf.Di akhir pembicaraan yang berlangsung di meja makan tersebut, Hoegeng dengan polosnya bertanya kepada anaknya kenapa kuasnya digunduli.

Sontak saja hal itu membuat perasaan anaknya yang tadi penuh amarah langsung berubah drastis sambil menahan senyum.Dari kejadian tersebut Aditya mengaku belajar banyak dari ayahnya. Padahal, jika ingin masuk AKABRI apalagi jadi anggota polisi, tentu saja bisa dikatakan peluangnya jauh lebih besar dari calon lainnya.

Akan tetapi, sosok Hoegeng melihat satu langkah lebih jauh dari yang dipikirkan anaknya.Selain itu, ia menilai bapaknya adalah orang yang sangat humanis dalam mendidik anak-anaknya.

Larangan memakai kendaraan dinas

Dewasa ini mungkin cukup banyak ditemukan pejabat-pejabat yang dengan bangganya memberikan atau meminjamkan kendaraan dinas kepada anaknya untuk kepentingan pribadi. Tentu saja hal itu bertentangan atau tidak etis.Berbeda dengan Hoegeng, ia melarang tegas ketika anaknya ingin menggunakan kendaraan dinas untuk kepentingan apa pun.

Kepada istri dan ketiga orang anaknya, Hoegeng selalu menekankan bahwa selain dirinya, tidak boleh ada orang yang memakai atau menggunakan fasilitas yang dipinjamkan oleh negara.Bahkan, diketahui, di dalam mobil dinas yang digunakan Hoegeng untuk bekerja terdapat tulisan yang melarang siapa saja menggunakan kendaraan itu kecuali untuk dinas kepolisan.

Mengenai sosok Hoegeng, ada satu hal yang bisa dikatakan ikonik dari dirinya. Ialah kebiasannya naik sepeda ontel tua saat berdinas. Ia lebih suka mengayuh sepeda ontel berwarna kecokelatan tersebut, sembari memonitor kejadian di sekeliling.

Suatu ketika, Presiden RI kelima Megawati Soekarnoputri yang saat itu masih kuliah bertemu dengan Jenderal Hoegeng di jalan. Mega yang hendak menuju Universitas Indonesia berpapasan dengan Hoegeng.Melihat Hoegeng mengayuh sepedanya, Mega menyapa dan memanggil "Om" serta menawarkan tumpangan kepada Hoegeng.

Namun, dengan sopan dan rendah hati ia menolak tawaran itu.Sebab, bagi Hoegeng, selain berolahraga menggunakan sepeda akan membuatnya lebih mengetahui secara langsung apa yang terjadi di masyarakat dengan mata kepalanya secara langsung.

Jika tidak sempat mengunjungi titik-titik lainnya, Hoegeng memanfaatkan "handy talky" (HT) sebagai sarana mendapatkan informasi. Berdasarkan pengakuan anaknya, Jenderal Hoegeng memiliki empat hingga lima HT yang selalu hidup 24 jam dan dibawa kemana ia pergi.

Saat malam tiba, atau hendak ingin beristirahat suara HT milik Hoegeng selalu berisik. Kelima HT itu ditaruh di samping tempat tidur. Merry, istri dari Hoegeng sendiri mengaku sampai terganggu akibat riuh suara HT milik suaminya itu.Kini, 17 tahun sudah sosok Hoegeng telah tiada.

Ia memang telah pergi untuk selamanya, namun namanya akan selalu dikenang. Dengan kepribadian yang kuat dan terkenal idealis, sudah sepatutnya para polisi meneladani sikap-sikap dari Jenderal Polisi (Purn) Hoegeng Iman Santoso.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement