Kamis 18 Nov 2021 13:52 WIB

Muslim Dukung Perjanjian Non-Proliferasi Bahan Bakar Fosil

Muslim meningkatkan kesadaran tentang perubahan iklim

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Esthi Maharani
Seorang aktivis iklim mengenakan topeng Presiden AS Joe Biden ikut serta dalam demonstrasi menentang penggunaan bahan bakar fosil di luar tempat KTT Iklim PBB COP26 di Glasgow, Skotlandia, Jumat, 12 November 2021.
Foto: AP/Alberto Pezzali
Seorang aktivis iklim mengenakan topeng Presiden AS Joe Biden ikut serta dalam demonstrasi menentang penggunaan bahan bakar fosil di luar tempat KTT Iklim PBB COP26 di Glasgow, Skotlandia, Jumat, 12 November 2021.

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Wadah organisasi Muslim terbesar di Amerika Utara menegaskan dukungannya terhadap Perjanjian Non-Proliferasi Bahan Bakar Fosil. Masyarakat Islam Amerika Utara (Islamic Society of North America/ISNA) juga menyerukan agar organisasi Muslim dan agama lainnya menandatangani surat antaragama untuk mendukung perjanjian tersebut.

"Sudah terlalu lama, produsen minyak besar-besaran, termasuk di negara-negara Muslim, telah membahayakan masa depan kehidupan dengan mencegah kebijakan untuk mengakhiri ekstraksi dan produksi bahan bakar fosil dan membawa transisi yang adil ke masa depan yang berkelanjutan," kata Kepala Aliansi Antar Agama dan Komunitas dan Hubungan Pemerintah untuk ISNA, Imam Saffet Catovic, dilansir di laman About Islam, Rabu (17/11).

Baca Juga

"Kita tidak bisa diam lagi karena nyawa manusia yang tak terhitung jumlahnya, ekosistem dunia, dan kehidupan generasi mendatang dipertaruhkan dan kita kehabisan waktu," lanjutnya.

Catovic mengatakan, di dalam hukum Islam terdapat Maqashid al-Shari’ah, tujuan yang tidak dapat diganggu gugat yang menjelaskan bahwa masyarakat harus melindungi kehidupan, keluarga, harta benda. Sementara esensi keyakinan Islam mendorong kebijakan yang memungkinkan maslahah, yakni kesejahteraan umum.

 

"Kegagalan untuk menetapkan rencana yang konkret dan terikat waktu untuk menghapus bahan bakar fosil adalah pelanggaran terhadap kewajiban moral ini," tambahnya.

Dalam mengesahkan perjanjian itu, ISNA bergabung dengan GreenFaith, sebuah organisasi internasional multi-agama, yang memperluas undangan masuk ke kelompok-kelompok agama secara global.

"Perjanjian itu mewakili nilai-nilai kasih sayang, cinta dan keadilan dalam menghadapi keadaan darurat yang mengerikan," kata Direktur Eksekutif GreenFaith, Pendeta Fletcher Harper.

Ia mengatakan, tidak ada keharusan moral yang lebih besar daripada menghentikan penggunaan bahan bakar fosil secepat mungkin sambil berinvestasi dalam transisi yang cepat dan adil menuju akses universal ke energi bersih. Pada skala global, menurutnya, kelompok agama harus merangkul ajakan ini untuk bertindak.

Baru-baru ini Muslim telah memimpin beberapa inisiatif untuk meningkatkan kesadaran tentang perubahan iklim, dan meluncurkan kampanye untuk melestarikan lingkungan. Di dalam Islam, menjaga kelestarian lingkungan sangatlah penting.

Sebab, melestarikan lingkungan, dari perspektif Islam, didasarkan pada menghormati hubungan antara diri sendiri, Allah, dan ciptaan Allah. Allah berfirman dalam Alquran, "Dialah yang telah mengangkat kamu menjadi khalifah di muka bumi." (Alquran, 6:165).

Perjanjian Non-Proliferasi Bahan Bakar Fosil adalah inisiatif masyarakat sipil yang meminta pemerintah untuk merundingkan dan meratifikasi perjanjian untuk mencegah proliferasi batubara, minyak dan gas dengan mengakhiri semua eksplorasi dan produksi baru. Hal itu untuk menghentikan produksi bahan bakar fosil yang ada sesuai dengan sasaran iklim global 1,5C.

Perjanjian itu muncul saat Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP26) berakhir pada 12 November 2021. Pertemuan di Glasgow terjadi di tengah serangan gencar peristiwa cuaca ekstrem di seluruh dunia yang menggarisbawahi dampak buruk perubahan iklim dari 150 tahun pembakaran bahan bakar fosil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement