Jumat 19 Nov 2021 04:11 WIB

Maulid Nabi di Kenya Menjadi Agenda Merayakan Keragaman

Selama 132 tahun terakhir, ribuan orang telah berkumpul di Lamu, Kenya.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Agung Sasongko
Muslim Kenya meninggalkan masjid usai menunaikan shalat ashar di masjid di Mombasa, Kenya, beberapa waktu lalu.
Foto:

Badawy mengatakan, ketika kelompok-kelompok di daerah tersebut terlibat konflik, Masjid Riyadha telah mampu membantu dengan resolusi ketika pemerintah gagal, karena rasa hormat yang mendalam dan koneksi yang dimiliki umat Islam di seluruh Lamu untuk ajaran Swaleh.

Sepanjang perayaan, instrumen tradisional dimainkan oleh perempuan dan laki-laki. Namun, perempuan hanya bermain di ruang pribadi atau di acara publik khusus perempuan, sedangkan laki-laki mengambil alih jalan-jalan umum. Puisi tradisional Swahili juga dipamerkan di tepi laut. Menurut Ali Salim Mwenye, seorang sejarawan lokal, kebanyakan musisi dan penyair berasal dari luar Lamu.

Menurut Badawy, ada kekhawatiran yang berkembang seputar kebangkitan Salafisme di Lamu, sebuah gerakan Islam yang percaya bahwa Islam paling otentik ditemukan dalam praktik Muslim awal dan yang menolak perayaan Islam inovatif seperti Maulid.

Salafisme memiliki pengaruh kecil di Lamu. Badawy percaya ajaran Islam tentang toleransi adalah cara terbaik untuk menangani konflik. Dia menuturkan, ini bukan masalah agama tetapi ini masalah sosial dan politik.

"Kami memiliki argumen yang logis dan kuat untuk melakukan Maulid dan Salafi juga memiliki alasan sendiri untuk menentangnya,” kata Badawy. “Kita hanya perlu bertoleransi satu sama lain," ujar Badawy.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement