IHRAM.CO.ID, Oleh: Novita Intan, Zahrotul Oktaviani
JAKARTA -- Ketua Indonesia Halal Lifestyle Center, Sapta Nirwandar mengungkap masih ada yang salah memahami wisata halal. Kesalahan pemahaman ini dinilai wajar mengingat sosialisasi dan literasi yang masih rendah.
Menurutnya, wisata halal atau halal tourism tidak berarti mengubah suatu destinasi menjadi halal. Lokasi tersebut akan tetap dengan ciri khasnya, namun ditambah layanan yang membantu Muslim menunaikan kewajibannya.
"Wisata halal itu tidak pernah membuat konsepsi yang berarti menghalalkan suatu destinasi. Contoh Bali, itu tidak akan diubah jadi destinasi halal. Bali tetap Bali, dengan budaya dan pantainya," kata dia saat dihubungi Republika, Jumat (19/11).
Pulau Bali akan tetap berjalan dan hidup sesuai dengan kondisi dan situasi masyarakatnya. Namun, di sisi lain ditambahkan layanan yang mampu menampung kebutuhan bagi pelancong Muslim, seperti tempat untuk shalat dan tempat makan halal.
Sapta pun menyebut Bali dan Bangkok memiliki kemiripan, dimana mayoritas bukan Muslim. Namun, di Bangkok sudah tersedia beragam hotel halal yang ditujukan bagi orang-orang yang membutuhkan layanan halal.
"Jadi, ini dasarnya adalah pilihan. Halal tourism ini adalah layanan untuk pelancong Muslim, juga bagi industri wajar menyediakan karena ada kebutuhan," ujarnya.
Lebih lanjut, ia menyebut layanan halal ini disebut tidak hanya tersedia di Indonesia atau Malaysia, tapi negara-negara sekuler atau dengan mayoritas non-Muslim. Beberapa di antaranya adalah Taiwan, Jepang, London, Prancis dan Korea Selatan.