IHRAM.CO.ID, PUTRAJAYA -- Menteri di Departemen Perdana Menteri (Urusan Agama), Idris Ahmad, mengeluarkan imbauan untuk melestarikan dakwah di negara tersebut. Salah satu metode yang bisa digunakan adalah dengan merangkul konsep keluarga Malaysia.
Departemen Pengembangan Islam Malaysia (JAKIM), bersama Institut Pemahaman Islam Malaysia (IKIM) dan beberapa dosen, disebut telah ditugaskan untuk merumuskan konten dalam konteks 'Keluarga Malaysia, Keluarga Sejahtera' (Keluarga Malaysia Sejahtera).
“Konten yang diluncurkan Jumat (26/11) lalu adalah tentang apa yang perlu kita isi dalam konteks 'Keluarga Malaysia, Keluarga Sejahtera',” ujarnya dikutip di Bernama, Senin (29/11).
Hal itu ia sampaikan dalam pertemuan dengan pimpinan Dewan Amal Islam Malaysia dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) Islam, yang diselenggarakan oleh Yayasan Dakwah Islamiah Malaysia (YADIM), Ahad (28/11).
Idris mengatakan Keluarga Malaysia merupakan komponen penting dalam mendukung Visi Kemakmuran Bersama 2030. Oleh karena itu, pemerintah dan LSM Islam perlu bersatu untuk menjaga dan memperkuat konsensus dan kerukunan yang telah lama dipraktikkan di tanah air.
“Dalam konteks negara kita, terlepas dari latar belakang dan budaya yang berbeda, LSM perlu merayakan inklusivitas dan perbedaan, dan menjunjung tinggi semangat Malaysia sebagai masyarakat majemuk, aset yang perlu dijaga,” ujar dia.
Ia lantas berharap YADIM dan LSM Islam dapat merangkul konsep “Keluarga Malaysia, Keluarga Sejahtera”. Selanjutnya, langkah ini bisa diperluas dengan memotivasi dan menonjolkan semangat tersebut di kalangan masyarakat.
Sementara itu, Presiden YADIM Nasrudin Hassan mengatakan, pertemuan itu bertujuan menyatukan kepemimpinan serta membahas dan menemukan konsensus untuk menyelesaikan masalah yang terkait dengan ummah.
Saran yang disampaikan antara lain, saluran dakwah harus diperluas dengan menggunakan media sosial dan dilakukan diversifikasi bahasa, agar informasi dan dakwah dapat tersampaikan kepada khalayak yang lebih luas.
Ia menambahkan, dalam hal diversifikasi bahasa, upaya tersebut harus lebih dari bahasa Inggris. Jika mungkin, bisa menggunakan bahasa Mandarin dan Tamil, ataupun bahasa lain yang mencakup masyarakat majemuk di Malaysia, tanpa mengecilkan peran bahasa nasional.
“Bahasa nasional akan kita utamakan, tetapi untuk akses di tingkat internasional atau minoritas bisa kita jadikan sebagai bagian dari upaya dakwah dengan diversifikasi bahasa yang digunakan,” ujarnya.
Sumber:
https://www.bernama.com/en/general/news.php?id=2027995