IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Dalam agama samawi, terutama Islam, Nabi Sulaiman dikenal sebagai nabi yang sholeh yang diberikan sejumlah karunia serta mukjizat oleh Allah. Salah satunya adalah dapat berbicara dengan hewan maupun makhluk-makhluk astral.
Namun demikian, pandangan berbeda justru diungkapkan segelintir umat Yahudi. Bahkan mereka berani menuding Nabi Muhammad SAW telah mencampuradukkan kebenaran dengan yang salah akibat menyebut bahwa Sulaiman AS adalah seorang Nabi.
Imam As-Suyuthi dalam kitab Asbabun Nuzul menjabarkan sebuah hadis mengenai kisah ini. Bahwa diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Syahr bin Hausyab berkata, “Orang-orang Yahudi berkata, ‘Lihatlah kepada Muhammad yang mencampuradukkan antara yang benar dengan yang salah. (Yakni dengan) menyebutkan Sulaiman dari para Nabi, padahal Sulaiman adalah seorang penyihir yang dapat mengendarai angin,’. Dan Allah menurunkan ayat, “Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan,”.
Kisah inilah yang menyebabkan Allah SWT menurunkan Surah Al-Baqarah ayat 102. Allah berfirman,
“Wattaba’uu maa tatluu as-syayathinu ala mulku sulaimana, wa maa kafara sulaimanu walakinna as-syayathina kafura yuallimuna an-naasa as-sihra wa maa unzila alal-malakaini bibaabila Haruta wa Maruta wa maa yu’allimani min ahadin hatta yaqulaa innama nahnu fitnatun falaa takfur. Fayata’allamuna minhuma maa yufarriqunabihi bainal-mar-I wa zaujihi wa maa hum bidharrina bihi min ahadin illa bi-idznillahi wa yata’allamuna maa yadhurruhum wa laa yanfa’uhum walaqad alimuu lamanisytaraahu maa lahu fil-akhirati min khalaqin wa labi’sa maa syaraubihi anfusahum law kaanu ya’lamun,”.
Yang artinya, “Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya setan-setan lah yang kafir (yang mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil, yaitu Harut dan Marut sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan, ‘Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir,’.